Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menuntut peran lebih gubernur, bupati dan wali kota terkait pembangunan di daerahnya. Sehingga diharapkan tidak lagi mengandalkan pemerintah pusat.
Hal ini disampaikan Tjahjo saat memberikan pembekalan kepada Pejabat Eselon I, II, III, dan IV dengan narasumber Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Syahrul Yasin Limpo dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj.
Advertisement
"Undang-undang yang seharusnya dikeluarkan PP (Peraturan Pemerintah) tapi kami tahan agar tidak terlalu sentralistik pusat yang memegang kendali, bagaimana peran bupati dan wali kota ini harus banyak diperankan oleh seorang gubernur di suatu daerah yang dipilih langsung oleh rakyat," ujar Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jalan Medan Merdeka Utata, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).
Saat ini, menurutnya, mulai banyak temuan-temuan dari kepala daerah yaitu menteri-menteri yang menunjuk Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) tanpa sepengetahuan gubernur. Juga banyak menteri-menteri yang menunjuk pejabat eselon I tanpa lapor sekretaris daerah (sekda).
"Banyak menteri-menteri tunjuk eselon I tanpa lapor gubernur atau tanpa lapor sekda misalnya gitu, termasuk banyak kebijakan-kebijakan yang gubernur atau pemerintah provinsinya belum siap, tapi tahu-tahunya ada aturan dari Kemendagri atau pun yang lain. Ini juga menimbulkan permasalahan dengan bupati dan wali kota," papar Mendagri.
Oleh karena itu, lanjut Tjahjo, saat ini pemerintah pusat akan merevisi Undang-Undang (UU) bersama dengan DPR dan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Salah satu contohnya ada UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Lalu UU 23 tentang Pemda, kemudian bagaimana masalah kesbangpol juga, ini juga jangan sampai nanti menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk SPJ (Surat pertanggungjawaban)," kata dia.
Tjahjo menambahkan, jika dalam Kemendagri saja bisa berpuluh-puluh SPJ dibuat, apalagi jika digabung dengan kementerian lain. Makanya, kata dia, SPJ pun dipersingkat.
"Kalau seluruh kementerian ya waktunya gubernur, staf-staf pak gubernur, sampai kepala-kepala sekolah sibuk untuk menyusun SPJ-SPJ. Ada di Kemendagri yang seharusnya 15 halaman, segera tahun ini harusnya dibuat 2 lembar saja supaya lebih efektif, lebih efisien yang intinya membangun tata kelola hubungan pemerintah pusat dan daerah yang lebih efektif, efisien," ucap dia.
Tjahjo mengharapkan, para kepala daerah dapat mempercepat reformasi birokrasi dan perampingan birokrasi. Sehingga dapat memperkuat pemeritah pusat dengan otonomi daerah, di mana programnya harus sinergi dengan keputusan-keputusan mulai dari PP sampai instruksi menteri.
"Saya kira ini intinya, kita sudah sepakat untuk menambah wawasan kita demi membangun tata kelola pemerintahan. Karena kalau menteri itu bisa setiap saat diganti, tapi gubernur dipilih langsung oleh rakyat di daerah," tutur Mendagri.