Liputan6.com, Jakarta - Mandeknya regenerasi calon legislatif di pemilu salah satunya karena ambang batas parlemen yang terlalu tinggi. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Lingkar Mardani (Lima) Ray Rangkuti.
Menurutnya, ambang batas yang tinggi dalam pemilihan legislatif maupun presiden membuat calon yang hadirkan oleh partai politik terbatas.
Advertisement
"Ambang batas yang tinggi ini kan membuat kita ditawarkan oleh partai politik calon yang itu-itu saja, bahkan ada calon yang didukung oleh partai berdasarkan track record orang tuanya," ujar Ray Rangkuti, di Setia Budi, Jakarta Selatan, Senin (30/1/2017).
Menurutnya sistem oligarki partai yang dianut di Indonesia tidak memunculkan pemimpin alternatif yang sebetulnya banyak di Indonesia. Partai-partai besar hanya mempertimbangkan calonnya berdasarkan elektabilitas, citra individu dan tokoh terkenal.
"Sekarang kan partai-partai hanya melihat elektabilitas calon itu bagus atau enggak, berpotensi atau enggak, kalau ada yang berpotensi tapi elektabilitasnya kurang, partai ini berfikir hanya buang-buang uang saja itu mah," ujar alumnus UIN Jakarta ini.
Dia pun mencontohkan, mandeknya pencalonan dari Partai Gerindra. Partai berlambang kepala burung Garuda itu terus menerus mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
"Contohnya Pak Prabowo, ini kan udah 3 kali pemilu, ditambah nanti 2019 akan ikut lagi, kan sudah berapa tahun dia mencoba mencalonkan diri, ini menggambarkan sirkulasi kekuasaan yang sangat lambat," ungkap Ray.
Dia pun menganggap partai yang saat ini berkuasa yakni Golkar, PDIP dan Demokrat, sudah tidak menginginkan adanya revisi undang-undang Presidential Threshold. Sebab ketiga partai itu sudah nyaman dengan posisi mereka sebagai partai penguasa.
"Tidak mengherankan partai partai penguasa di DPR, sangat anti dengan revisi ini, soalnya bisa menghancurkan sistem oligarki dan politik dinasti partai partai tersebut," Ray menandaskan.