Emirsyah Satar Bantah Terima Suap, Ini Tanggapan KPK

Emirsyah Satar tidak mengaku terlibat dalam suap dari perusahaan penyedia mesin pesawat airbus.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 31 Jan 2017, 08:29 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, sebagai tersangka dugaan suap pembelian pesawat Airbus A330 (AFP PHOTO / ROSLAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta - Usai diperiksa selama kurang lebih 24 jam setelah penangkapan oleh penyidik KPK, Emisryah Satar tak akui menerima suap dari perusahaan penyedia mesin airbus jenis A330-300, Rolls Royce.

Elakan Chairman MatahariMall.com tersebut tak memengaruhi statusnya yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Tidak bergantung pada pengakuan, karena penyidik mencari dan memiliki bukti permulaan yang cukup, minimal dua alat bukti agar kasus naik ke penyidikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 30 Januari 2017.

Febri mengaku, penyidik KPK telah mengantongi alat bukti keterlibatan Emir dalam dugaan suap tersebut. Alat bukti yang dimiliki KPK tak bisa dijelaskan oleh Febri di muka umum.

"Sudah ada indiaksi suap penerimaan oleh penyelenggara negara yang sudah ditetapkan (sebagai tersangka). Di sini apa buktinya, tidak bisa disampaikan di sini," dia melanjutkan.

Febri beranggapan, bantahan yang dilakukan Emir adalah hal yang wajar.

"Bantahan silakan saja, kami akan catat hal tersebut. Tapi KPK tidak bergantung pada bantahan-bantahan tersebut, karena sebagian besar tersangka KPK cenderung membantah," kata dia.

KPK telah mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. PT Rolls Royce merupakan perusahaan yang menyediakan mesin pesawat tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA) mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo (SS), pendiri dari Mugi Rekso Abadi (MRA).

Emir diduga menerima suap senilai US$ 2 juta. Demikian pula dengan barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.

Sebagai penerima, Emirsyah Satar disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya