Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Donald Trump memecat acting Jaksa Agung AS Sally Yates setelah mengeluarkan pernyataan, bahwa perintah eksekutif sang presiden tak yakin sesuai dengan hukum.
Pemecatan itu dikemukakan Gedung Putih, yang menganggap Sally Yates telah menolak pesan legal dari seorang presiden untuk melindungi warga Amerika Serikat.
Advertisement
"Yates telah mengkhianati Departemen Kehakiman," kata pernyataan Gedung Putih yang dikutip dari CNN, Selasa (31/1/2017).
Gedung Putih lantas menunjuk Dana Boente, jaksa dari Easter District of Virginia untuk menggantikan posisi sementara Jaksa Agung.
Boente langsung disumpah saat itu juga tepat pukul 21.00 waktu Washington.
Langkah dramatis ini diambil Donald Trump setelah media-media mainstream AS, seperti CNN melaporkan Yates telah meminta pengacara Departemen Kehakiman AS untuk tak membuat argumen legal membela perintah eksekutif Trump terkait imigrasi dan pengungsi.
Aksi Yates membuat marah Gedung Putih, dan perempuan yang ditunjuk Presiden Obama untuk jadi acting Jaksa Agung AS sampai Senator Jeff Sessions direstui senat, lalu dipecat.
"Tanggung jawab saya adalah untuk memastikan bahwa posisi Departemen Kehakiman tidak hanya secara hukum melawan, tetapi menginformasikan pandangan terbaik kami dari aspek hukum (atas perintah eksekutif)," tulisnya.
"Saya bertanggung jawab untuk memastikan bahwa posisi kami di pengadilan tetap konsisten, dengan kewajiban khidmat lembaga ini untuk selalu mencari keadilan dan berdiri untuk apa yang benar."
Pernyataan itu membuat berang Trump. Di Twitter pribadi miliknya, ia berkoar, "Partai Demokrat berperan untuk memperlambat kinerja saya, termasuk memilih kabinet. Mereka itu bukan siapa-siapa lagi. Sekarang yang berulah adalah jaksa agung pilihan Obama."
Direktur kebijakan Gedung Putih, Stephen Miller menyayangkan pernyataan Yates.
"Ia telah membuat langkah yang sangat politis dengan menggunakan warga AS untuk hukum negara kita," kata Miller.
Miller juga membela kelegalan aspek perintah eksekutif bersikeras bahwa hukum Immigration and Nationality Act membuat presiden leluasa untuk menolak pengunjung atau imigran dari negara mana saja yang masuk ke negaranya.
Meski demikian, sejumlah senat partai Republik mengkritik Trump dan memuji Yates.
Pete Sessions mengatakan keputusan Yates adalah sebuah evaluasi terhadap yang telah senat dan eksekutif lakukan. "Harusnya jadi pelajaran bagi kita semua."
Elijah Cummings juga dari Partai Republik memuji Yates yang telah berdiri di atas prinsipnya.
"Selama 21 tahun dalam Kongres, saya banyak bertemu dengan orang yang memegang teguh prinsip dan percaya dengan Konstitusi dan melakukan hal yang benar. Tak peduli siapa bosnya. Dan Yates adalah orangnya."
Hingga sekarang, selain pengadilan New York yang menolak perintah Trump, ada sejumlah pengadilan serupa. Mereka dari negara bagian Virginia, Massachusetts, Washington dan California.