Liputan6.com, Quebec - Polisi mendakwa seorang warga negara ganda Kanada-Prancis sebagai pelaku penembakan masjid di Quebec. Insiden itu menewaskan 6 jemaah yang tengah menjalani Salat Isya pada Minggu malam 29 Januari 2017 waktu setempat.
Alexandre Bissonnette menghadapi 6 dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan 5 percobaan pembunuhan. Demikian dikutip dari BBC, Selasa (31/1/2017).
Advertisement
Pemuda 27 tahun itu menembaki jemaah di masjid Quebec Islamic Cultural Centre. Tak lama kemudian, polisi menangkap dua pria, salah satunya adalah Bissonnette.
Ada lebih dari 50 orang berada di masjid kala penembakan terjadi. Sebanyak 19 orang dilaporkan terluka. Lima jemaat masih di rumah sakit, dua di antaranya dalam kondisi kritis.
Seorang pria keturunan Maroko yang juga ditahan, Mohamed Khadir dibebaskan. Statusnya kini adalah saksi mata.
Polisi di Provinsi Quebec merilis nama 6 korban yang tewas terbunuh. Mereka adalah: Azzeddine Soufiane, ayah tiga anak berusia 57 tahun yang memiliki toko daging. Khaled Belkacemi, profesor food science department di Laval University. Ia berusia 60 tahun.
Korban lainnya adalah Abdelkrim Hassen, Aboubaker Thabti, dan dua warga Guini lainnya.
Bissonnette terlihat memakai baju tahanan berwarna putih di pengadilan pada Senin 30 Januari 2016. Kaki dan tangannya diborgol.
Ia ditangkap di mobilnya di jembatan yang menghubungi Kota Quebec dan Ile d'Orleans. Saat itu ia mengontak pihak keamanan dan mengatakan akan bersikap kooperatif.
Menurut media lokal, Bissonnette adalah mahasiswa politik dan antropologi di Laval University. Kampusnya hanya berjarak 3 km dari masjid yang ia berondong dengan peluru.
Montreal Gazzette melaporkan sebelum menembak masjid ia memposting fotonya di Facebook menggunakan kostum Grim Reaper. Akunnya itu kini tak lagi aktif.
Dalam media sosial itu ia dilaporkan me-like laman Presiden Donald Trump dan pemimpin sayap kanan Prancis, French National Front, Marine Le Pen. Beberapa kali mem-posting kekagumannya terhadap Trump dan Le Pen.
Francois Deschamps, pejabat di grup advokasi Welcome to Refugee mengatakan pemuda itu memiliki pandangan sayap kanan yang ekstrem.
"Dengan perih dan kemarahan kami mempelajari identitas teroris Alexandre Bissonnette. Banyak para aktivis mengenalnya sebagai pengikut sayap kanan, pro Le Pen, anti-feminis di Laval University dan media sosial," kata Deschamps.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dan Premier Quebec Philippe Couillard menyebut serangan ini merupakan aksi terorisme. Kepada 1 juta muslim yang tinggal di Kanada, Trudeau mengatakan, "kami akan bersama dengan Anda semua."
"Hati 36 juta warga Kanada juga ikut hancur seperti yang Anda semua rasakan. Kami semua menghargai Anda," lanjut Trudeau.
Penembakan terjadi kala tensi di AS meningkat setelah Perintah Eksekutif Donald Trump dikeluarkan. Melarang warga dari 7 negara muslim masuk AS.
Gedung Putih mengecam seragan itu namun juga menekankan kenapa AS butuh kebijakan seperti yang digagas Trump.
Di masa lalu, masjid itu juga pernah mengalami hate crime, termasuk pada musim panas tahun lalu sebuah kepala babi diletakkan di pintu masuk rumah ibada itu saat Ramadan.
Quebec adalah salah satu provinsi di Kanada yang menerima ribuan imigran dari negara-negara Arab dan lainnya.