Liputan6.com, Jakarta - Indra Sahnun Lubis mengklaim dirinya sebagai kuasa hukum Patrialis Akbar. Ia mengaku telah mendapatkan persetujuan dari istri Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Sebagai tim pengacara, Indra menganggap apa yang telah dilakukan KPK adalah hal yang salah. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan penyidik KPK tak berdasar hukum.
Advertisement
Indra beranggapan, draf putusan MK terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 yang berada di tangan Basuki Hariman (BHR) tak harus dipersoalkan KPK. Menurutnya, draf putusan tersebut bisa dipublikasikan sebelum dibacakan hakim MK.
"Boleh (draf putusan dipublikasikan), DPR juga melakukan seperti itu kok. Sebelum memutuskan Undang-Undang ada draf untuk disosialisasikan kepada masyarakat boleh kok. Sah-sah saja," ujar dia di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).
Indra menyamakan draf purusan MK serupa dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) di DPR RI. Maka dari itu, ia menganggap wajar jika ditemukan draf putusan MK saat penggeledahan terhadap Basuki.
"Sekarang begini, setiap keputusan DPR itu harus disosialisasikan masyarakat. Bukan rahasia, kan namanya disosialisasikan. Apalagi MK, boleh saja, di mana Undang-Undang yang melarang. Itu menambah-nambahkan saja supaya menggiring masyarakat, supaya percaya apa yang dikatakan KPK," kata Indra.
Sebelumnya, pada 27 Januari 2017, Humas MK, Fajar Laksono sempat mengatakan, draf putusan yang belum dibacakan tidak bisa dipublikasikan. Sebab, hal tersebut bersifar rahasia.
"Pernyataan KPK tentang barang bukti draf putusan, maka hakim menggelar rapat untuk menyikapi itu. Karena apa pun itu, sifat rahasia tidak boleh diketahui sebelum sidang pleno," kata Fajar di Gedung MK.
Meski bersifat rahasia, para hakim MK berhak membawa pulang draf putusan tersebut. "Hakim boleh membawa pulang. Karena untuk dikoreksi. Kalau dimanfaatkan hal lain itu urusan masing-masing," kata Fajar.
Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga menerima suap uji materi Undang-Undang No 41 tahu 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekertarisnya.
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada suap pertama dan kedua.
Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.