Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan uang 11.300 Dolar Singapura (SGD) saat penggeledahan ulang di kantor Basuki Hariman (BHR), tersangka penyuap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Penggeledahan tersebut dilakukan pada Jumat 27 Januari 2016 lalu.
"Dalam penggeledahan, kami temukan brankas. Setelah dilakukan penyitaan, isinya baru saja dibuka, dan ditemukan uang 11.300 Dolar Singapura," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).
Advertisement
KPK menduga, uang tersebut berkaitan dengan perkara dugaan suap pemulusan uji materi Undang-Undang nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. "Uang ini diduga terkait dengan perkara yang sedang disidik KPK saat ini," Febri menambahkan.
Selain penemuan uang, lanjut Febri, penyidik KPK juga menemukan beberapa stempel atau cap dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Pertanian (Kementan) dan lembaga yang mengurus sertifikasi halal.
Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Patrialis diduga melakukan suap uji materi Undang-Undang No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman (BHR) dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NG Fenny adalah sekretarisnya.
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang USD 20 ribu dan SGD 200 ribu itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada suap pertama dan kedua.
Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.