Ini Alasan Swasembada Daging Sulit Terwujud

Tersangkutnya pejabat tinggi negara dalam operasi tangkap tangan menunjukan jika kebijakan yang telah lahir tidak berbasis saintifik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 01 Feb 2017, 10:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Tersangkutnya salah satu pejabat tinggi negara dalam operasi tangkap tangan (OTT) menunjukan jika kebijakan yang telah lahir tidak berbasis saintifik. Sehingga, kebijakan tersebut menimbulkan penafsiran ganda atau multitafsir.

Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf mengatakan, kebijakan daging yang multitafsir berpengaruh pada pembangunan peternakan sapi. Sehingga, swasembada daging sulit tercapai.

"Kebijakan yang dilahirkan tersebut telah berakibat pada karut-marutnya pembangunan peternakan sapi potong serta gagal tercapainya swasembada daging sapi selama ini," kata dia dalam ulasannya, di Jakarta, Rabu (1/2/2017).

Kebijakan yang multitafsir membuat kerancuan dalam pelaksanaannya. Beberapa kebijakan tersebut seperti kebijakan terkait daging dan jeroan, sapi indukan, senjang waktu penggemukan, sapi impor dan lain sebagainya.

"Atas multitafsir tersebut telah terjadi kasus, antara lain dengan kasus pajak impor, diadilinya 32 perusahaan feedloter yang dituduh melakukan kartel. Maraknya importasi daging ilegal di 2003-2004 serta fluktuasi tingginya harga daging," jelas dia. 

Untuk diketahui, belum lama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Patrialis Akbar terjaring dalam OTT. OTT ini terkait dugaan suap uji materi Undang-undang 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, KPK mengetahui akan ada pertemuan dan transaksi antara Patrialis Akbar (PAK) dan Kamaludin (KM) di sebuah lapangan golf di kawasan Rawamangun, Jakarta timur. Kamaludin akhirnya ditangkap oleh penyidik sekitar pukul 10.00 WIB.

"Kami menemukan, pada saat itu draft putusan MK No 129, yang dinilai ditransaksikan dalam perkara ini. Tim juga sudah memastikan draft yaang sudah berpindah tangan tersebut sama dengan draft asli yang ada di MK, yang belum dibacakan," sambung Febri.

Setelah itu, penyidik KPK bergegas menuju Sunter, lokasi Kamaludin berada dengan para hakim MK. Malam harinya, KPK menemukan Patrialis Akbar di Grand Indonesia. "Jadi itu perlu dipahami sebagai sebuah rangkaian dari sebuah OTT yang dilakukan di tiga lokasi," kata Febri.

Setelah penangkapan, penyidik KPK juga langsung memeriksa dan menggeledah empat lokasi di Jakarta. Penggeledahan tersebut dikakukan pada Kamis 26 Januari 2017, dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.

Penggeledahan dilakukan KPK di kediaman Basuki Hariman (BHR) di Pondok Indah. Kediaman Patrialis Akbar di Cipinang. Ruang kerja Patrialis di MK dan kantor Basuki Hariman, Sumber Laut Perkasa di Sunter.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya