Liputan6.com, Jakarta - Serangan teroris di dunia belakangan sangat merugikan beberapa negara yang menjadi target serangannya. Untuk melakukan serangan teroris itu banyak biaya yang dibutuhkan.
CEO Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC), Paul Jovtovic memaparkan, dari data yang ia miliki, biaya untuk melakukan serangan teroris tersebut ditaksir mencapai US$ 109 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun (kurs rupiah 13.349 per dolar AS).
"Dana-dana itu diperoleh salah satu yang paling dominan adalah berasal dari tindak pencucian uang," kata Paul dalam Seminar Internasional yang diselengagrakan PPATK di kantornya, Rabu (1/2/2017).
Baca Juga
Advertisement
Paul mengungkapkan, untuk mendapatkan dana-dana itu, para teroris juga memanfaatkan teknologi. Jika sebuah pemerintah menciptakan teknologi baru untuk membatasi ruang gerak teroris, di situ juga para teroris berupaya memiliki teknologi baru untuk melawannya.
Oleh karena itu, peningkatan teknologi di sebuah negara harus terus ditingkatkan. Para pemangku kepentingan di sebuah negara juga harus bekerjasama dengan pelaku industri.
"Tantangan yang dihadapi, seperti salah satunya kita dan PPATK, adalah memfasilitasi teknologi dan menggandeng industri dalam pencegahan resiko kejahatan terorisme ini," tegas Paul.
Ia mengatakan, di sebuah negara maju, industri teknologi menjadi pilar utama dalam menekan kejahatan terorisme. Paul berharap kerja sama dengan PPATK yang sudah terjalin selama ini bisa meningkatkan kualitas pengamanan tindak pencucian uang terhadap tindak terorisme di kedua negara dan kawasan Asia Pasifik. (Yas)