Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menjadi saksi dalam sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Kehadiran Rais Aam PBNU itu berujung panjang karena melibatkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dalam sidang itu, Pengacara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaitkan sosok Ma'ruf Amin dengan SBY. Salah seorang kuasa hukum Humphrey R Djemat mengklaim memiliki bukti kuat terkait keterikatan Ma'ruf dengan SBY. Ma'ruf adalah mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di masa SBY memimpin.
Advertisement
Humprey mengatakan sebelum pertemuan Ma'ruf dengan paslon Agus-Sylvi di kantor PBNU, Jakarta Pusat pada 7 Oktober 2016 atau usai kejadian Ahok yang mengutip surat Al Maidah di Pulau Pramuka, SBY terlebih dulu menelpon Ma'ruf Amin.
"Pada hari Jumat terjadi pertemuan (di PBNU), Kamisnya ada telepon dari SBY pada pukul 10.16 WIB supaya diatur agar Agus-Sylvi diterima oleh PBNU. Apa itu benar?" tanya Humphrey.
"Tidak ada," jawab Ma'ruf.
Menurut Humprey, pada telepon tersebut, SBY juga meminta Ma'ruf Amin sebagai Ketua MUI membuat sikap dan pendapat keagamaan yang menyatakan Ahok menghina Alquran dan ulama.
"SBY juga minta agar MUI segera mengeluarkan fatwa MUI?" ujar Humphrey.
"Tidak," ucap Ma'ruf Amin.
Namun, Humprey tidak berhenti, dia terus mencecar Ma'ruf Amin. Humphrey terus menanyai lantaran memiliki bukti percakapan telepon, namun belum dijelaskan bukti apa yang dia miliki.
Karena memiliki bukti, Humphrey mengingatkan Ma'ruf agar tidak memberikan kesaksian palsu. "Anda yakin tidak? Saya punya buktinya. Saya ingatkan saudara agar tidak memberikan kesaksian palsu karena ada konsekuensi hukumnya," cecar Humphrey.
Dalam sidang, Ma'ruf Amin mengatakan, ada sejumlah masyarakat Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang marah saat Ahok mengutip surat Al Maidah ayat 51 pada 27 September 2016. Meski ada warga pulau yang marah, kata Ma'ruf, warga tak berani mengungkap kemarahan saat acara berlangsung.
Ahok menyampaikan keberatannya atas keterangan Ma'ruf Amin. Dia membantah menghina ulama dan menafsirkan surat Al Maidah ayat 51. Dengan tegas, dia juga membantah keterangan Ma'ruf yang menyebut ada warga Pulau Pramuka yang marah saat dia mengutip surat Al Maidah ayat 51.
"Saya tidak pernah menghina ulama, saya juga keberatan anda menyebutkan warga Kepulauan Seribu takut dan enggak berani protes. Saya kemarin ke sana (kampanye) keliling enam pulau diterima dengan baik," kata Ahok di Auditorium Kementan, Selasa 31 Januari 2017.
Dengan nada bicara meninggi, Ahok mengaku keberatan lantaran Ma'ruf sempat tidak mengakui pernah bertemu Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni pada 7 Oktober 2016 atau tanggal sesudah kejadian dugaan penistaan agama terjadi.
"Artinya saudara saksi sudah tidak pantas jadi saksi karena sudah tidak objektif lagi. Ini sudah mengarah mendukung paslon nomor satu. Ini jelas sekali tanggal 7 Oktober," kata Ahok.
Ahok menilai, Ma'ruf telah mengungkapkan kesaksian tidak benar. Ahok dan tim kuasa hukumnya akan melanjutkan ke proses hukum. Ahok ingin membuktikan tim kuasa hukumnya memiliki bukti kuat Ma'ruf memiliki hubungan dengan paslon nomor urut satu.
"Dan saya berterima kasih, saudara saksi ngotot depan hakim bahwa saksi tidak berbohong, kami kami akan proses secara hukum saksi," tegas Ahok.
Lantas bagaimana tanggapan Ma'ruf Amin menghadapi rencana tersebut?
"Saya no comment," ujar Ma'ruf saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Dia juga enggan menanggapi terkait persiapan pihaknya atas rencana Ahok tersebut. "Saya juga no comment," ujar dia singkat.
Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok enggan membeberkan bukti percakapan telepon antara SBY dengan Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin. Pengacara Ahok, Humprey Djemat, mengatakan bukti itu hanya akan dibeberkan di persidangan. Menurutnya, bukti itu menyangkut materi persidangan kasus dugaan penistaan agama itu.
"Buktinya nanti kita akan buktikan di proses persidangan. Kalau kita kemukakan di sini nanti akan menyalahi proses pengadilan," kata Humprey usai sidang di Kementan, Jakarta, Selasa 31 Januari 2017.
Karena memiliki bukti, dia memastikan pihaknya tidak asal menuduh tentang percakapan telepon antara SBY dengan Ma'ruf Amin."Pasti kita berikan setelah majelis hakim (mengetahui)," ucap Humprey.
Isi Percakapan SBY-Ma'ruf Amin
Kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat membantah telah menyadap telepon Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski begitu, ia mengaku memiliki bukti adanya komunikasi antara SBY dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin terkait dengan fatwa penistaan agama.
"Saya bilang komunikasi, ada komunikasi (antara SBY dengan Ma'ruf)," ujar Humphrey di Restoran Aroma Sedap Jalan Teuku Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).
Menurut dia, komunikasi itu bisa beragam bentuk untuk dijadikan barang bukti saat persidangan. "Bahkan kalau saya bilang ada orang yang dengar kan bisa. Jadi ya jangan ngambil kesimpulan sendirian begitu. Emang kita bilang di pengadilan ini rekaman pak, kan enggak ada. Kenapa dibilang rekaman?" Kata Humphrey.
Bagi dia, yang terpenting pada sidang Ahok Selasa 31 Januari kemarin, sudah ditanyakan ke Ma'ruf apakah pada 6 Oktober melakukan komunikasi dengan SBY atau tidak.
"Di pengadilan pas periksa Ma'ruf Amin (ditanyakan) dari saksi apakah benar pada tanggal 6 Oktober hari Kamis, 1 hari sebelum paslon (pasangan calon) nomor 1 AHY dan Sylvi datang ke PBNU jam 10.16 WIB itu pak SBY telelpon saksi yang menyatakan dua hal," kata Humphrey.
Dua hal yang dinyatakan SBY kepada Ma'ruf Amin, ungkap dia, adalah untuk menerima Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di Kantor Nahdlatul Ulama dan membuatkan fatwa untuk Ahok.
"Tolong membantu menerima Agus di kantor NU dan ada pengurus PBNU. Yang kedua tolong segera buat fatwa untuk kasus penistaan agama yang dilakukan oleh saudara Ahok. Itu kan dua itu, tapi kan dia (Ma'ruf) bilang tidak, 3 kali ditanya dia bilang tidak, ya kita kan enggak bisa paksa," papar Humphrey.
Advertisement
Ahok Minta Maaf
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin. Permintaan maaf itu terkait pernyataan usai sidang kedelapan kasus dugaan penistaan agama yang terkesan memojokkan Ma'ruf.
Ahok mengklarifikasi sekaligus meminta maaf secara tertulis serta dalam bentuk video. Dia mengatakan, hal yang terjadi di persidangan Selasa 31 Januari 2017, merupakan proses di persidangan.
Dia menyebutkan, sebagai terdakwa, ia sedang mencari kebenaran untuk kasusnya. Untuk itu, dia ingin menyampaikan klarifikasi beberapa hal. Di antaranya tidak berencana melaporkan Ma'ruf.
"Saya meminta maaf kepada KH Ma'ruf Amin apabila terkesan memojokkan beliau, meskipun beliau dihadirkan kemarin oleh Jaksa sebagai Ketua Umum MUI, saya mengakui beliau juga sesepuh NU. Dan saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU, seperti halnya tokoh-tokoh lain di NU, Gus Dur, Gus Mus, tokoh-tokoh yang saya hormati dan panuti," ungkap Ahok.
Sementara itu, kediaman Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mendadak ramai dikunjungi sejumlah orang pada Rabu (1/2/2017) malam. Mulai Kapolda Metro Jaya Irjen Iriawan, Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, hingga Yenny Wahid. Keempatnya silih berganti mengunjungi rumah Ma'ruf Amin.
Usai menerima para tamunya, Ma'ruf Amin pun menyatakan telah memaafkan Ahok. "Ya harus dimaafkan, kalau memang minta maaf," kata Ma'ruf di kediamannya, Koja, Jakarta Utara.
Terkaiy kabar melaporkan Ma'ruf Amin ke polisi, Ahok menyatakan hal itu tidak benar. "Ngaco (kabar laporkan Ma'ruf). Yang saya mau laporkan itu saksi pelapor," tegas Ahok di kawasan Marunda, Rabu 1 Januari 2017.
Ahok menegaskan, ia tidak mungkin melaporkan Ma'ruf Amin yang merupakan salah satu tokoh sentral di NU saat ini. Apalagi selama ini dia banyak didukung para tokoh NU untuk tetap maju di pilkada.
"Ini politik pilkada jadi sadis. Ini orangtua, Pak Kiai NU lagi. NU belain saya. Dalam sidang dijelaskan Pak Kiai dipanggil saksi. (Yang dilaporkan) Saksi pelapor, Kiai Ma'ruf bukan saksi pelapor dan fakta," kata Ahok.
Sekretaris Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Ace Hasan Syadzily menambahkan, tim Ahok hanya akan melaporkan saksi di persidangan sebelumnya seperti Novel Bamukmin dan Mukhsin Alatas.
Ahok menyatakan, tidak bermaksud melecehkan Ma'ruf Amin di persidangan. Dia menyebut ada beberapa pihak yang mengatakan ia tidak menghormati Ma'ruf karena memanggil Rais Am PBNU itu dengan sebutan saudara saksi.
"Cuma di sidang manggilnya saudara saksi, kayak gitu langsung diplesetin, enggak hormati ulama, enggak hormati kiai," ujar Ahok.
Ahok merasa ucapannya di persidangan kemarin menjadi bahan adu domba jubir pasangan cagub lain untuk menjatuhkan dirinya. Ahok mengaku diadu domba dengan tuduhan menghina integritas PBNU.
"Saya lihat tadi pagi sudah adu domba lagi, ada lagi tim jubir dari pasangan lain bilang (Ahok) menghina integritas PBNU. Aduh orang yang bekerja relawan saya itu orang NU loh. Itu relawan Nusantara itu NU di Jakarta yang bantu keliling kampanye," kata Ahok.
Mengenai bukti percakapan telepon antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin, dia menyerahkan kepada pengacaranya. Bukti percakapan itu, kata Ahok, hanya dimiliki pengacaranya.
"Itu (bukti) pengacara, tanya sama pengacara," ujar Ahok di Kawasan Marunda, Jakarta Utara, Rabu 1 Februari 2017.
Menurut Ahok, bukti itu banyak didapat dari media. Pada 7 Oktober 2016, banyak pemberitaan tentang telepon itu. Ma'ruf sendiri yang mengatakan bahwa ia dihubungi SBY ketika Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni mendatanginya. Saat itu, Agus-Sylvi meminta restu maju Pilkada DKI pada para ulama NU.
Humphrey Djemat kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membantah pernah mengatakan pihaknya memperoleh rekaman pembicaraan SBY dengan Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin.
"Saya bilangnya komunikasi ya, bukan rekaman. Ini sudah jauh hari sebelum persidangan. Kita akan berikan kepada majelis hakim tapi belum bisa," ujar Humphrey di Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).
Namun, Humphrey enggan mengatakan kapan pembicaraan SBY dan Ma'ruf Amin akan diserahkan ke majelis hakim. "Kita pastikan di persidangan. Kapan? Tunggu tanggal mainnya aja," ucap dia.
Humphrey menegaskan dirinya memperoleh bukti percakapan SBY dan Ma'ruf Amin bukan dari institusi negara. Dia juga membantah bukti percakapan itu berupa rekaman telepon. Karena menurutnya, tidak mungkin merekam pembicaraan mantan Presiden RI ke-6 tersebut.
"Enggak ada kaitannya sama yang lain-lain (Polri dan BIN), itu dari Tuhan, dari Tuhan semuanya. Sekarang siapa yang lebih berkuasa? BIN, Polisi? atau Tuhan? Tuhan dong, ya kan?" kata dia.
Reaksi SBY
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespons persidangan Ahok yang mengaitkan namanya, baik yang disampaikan Ahok maupun tim pengacaranya. Hal itu terkait adanya salinan percakapan antara SBY dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin.
Dia mengatakan, kalau betul percakapannya dengan Ma'ruf Amin atau dengan percakapan dengan siapapun disadap, tanpa alasan yang sah, tanpa perintah pengadilan, adalah penyadapan ilegal.
SBY menyatakan, jika memang yang menyadap pembicaraan itu adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atau timnya, pihaknya minta agar diberikan salinan transkrip pembicaraannya.
"Melalui mimbar ini, saya sungguh ingin punya transkrip tersebut, karena Pak Ahok dan timnya sempat mengatakan punya bukti," ujar SBY dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu 1 Januari 2017.
SBY mengaku khawatir jika tidak diberi langsung transkrip pembicaraan tersebut, akan ada penambahan, dikurangi, atau diubah.
"Kalau bukan Pak Ahok atau timnya yang menyadap, saya juga mohon ke negara untuk mencari siapa yang menyadap," ujar dia.
SBY menambahkan, selain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada sejumlah lembaga negara lain yang bisa menyadap pembicaraan seperti Polri, BIN ,dan Bais. "Penyadapan tidak boleh sembarangan. Penyadapan diatur undang-undang," kata dia.
Dia juga meminta Presiden Jokowi memberikan penjelasan jika memang penyadapan yang dilakukan adalah berasal dari lembaga negara.
"Saya bermohon sebagai warga negara biasa, kalau memang pembicaraan saya, kapan pun, kalau disebut dengan Ma'ruf Amin, ada rekaman, ada transkrip, saya berharap pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan untuk menegakkan hukum, UU ITE," beber dia.
Ia menjelaskan, permintaannya itu agar rakyat mendapat keadilan terkait berita yang beredar belakangan ini. "Dan mulai hari ini mendapat respons, ini bukan delik aduan, sekali lagi, bukan delik aduan," tutur SBY.
SBY mengakui ada percakapan dirinya dengan ketua MUI Ma'ruf Amin pada 7 Oktober 2016.
"Percakapan itu ada, tapi tidak ada yang berkaitan dengan MUI," ujar SBY di Jakarta, Rabu (1/2/2017).
SBY menjelaskan, pembicaraan dirinya dengan Ma'ruf Amin bermula saat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni kunjungan ke Kantor PBNU. Agus-Sylvi datang untuk memohon restu untuk maju Pilkada DKI.
Saat itu, acara di PBNU diikuti sejumlah tokoh dari PBNU. Selain Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, hadir juga Ma'ruf Amin sebagai Rais Aam NU.
"Bukan saya menelepon Pak Ma'ruf Amin langsung atau Pak Ma'ruf Amin menelepon saya langsung tapi ada staf yang di sana dengan handphone yang bersangkutan, menyambungkan percakapan saya dengan Pak Ma'ruf Amin,"
SBY memastikan tidak ada pembicaraan soal fatwa dalam perbincangan tersebut. Pembicaraan waktu itu terkait pertemuan di PBNU.
"Silakan tanyakan sama MUI. MUI itu majelis, ada ketuanya. Soal fatwa pasti sudah dibicarakan secara internal oleh mereka. Silakan tanya ke mereka ada tekanan atau tidak?" ujar SBY.
SBY memberikan klarifikasi terkait dugaan penyadapan perbincangan dirinya dengan ketua MUI Maruf Amin. SBY meminta hukum ditegakkan jika memang benar ada penyadapan.
Advertisement