Tanah Nganggur Kena Pajak Tinggi, Harga Rumah Bisa Lebih Murah

Pemerintah menerapkan pajak progresif ini untuk menghilangkan spekulasi harga tanah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Feb 2017, 08:15 WIB
Menteri Agraria Sofyan Djalil

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) terus menggodok skema atau mekanisme pengenaan pajak progresif atas tanah menganggur atau tidak produktif.
Kebijakan tersebut masuk dalam Kebijakan Ekonomi Berkeadilan untuk mengatasi ketimpangan di Indonesia, termasuk memberantas para spekulan tanah.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil menegaskan, pemerintah masih perlu berdiskusi terkait mekanisme atau skema pungutan pajak progresif untuk tanah, terutama dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati.

"Kita akan bahas lagi dengan Bu Menkeu, apakah capital gain tax atau lainnya," ujar dia saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, seperti ditulis Kamis (2/1/2017).

Pemerintah dalam Kebijakan Ekonomi Berkeadilan akan mengubah sistem transaksi yang mengacu pada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) menjadi capital gain tax atau pajak dari keuntungan dari harga jual kembali. Akan ada disinsentif melalui unutilized asset tax untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan.

Kebijakan pajak progresif untuk tanah idle ini, tujuannya satu, yakni menghilangkan spekulasi tanah yang selama ini menjadi investasi sebagian besar masyarakat Indonesia.  Akibat spekulasi tersebut, kata Sofyan, harga tanah terus meroket sehingga menghambat orang lain mendapatkan manfaat dari tanah.

"Harga tanah naik gila-gilaan karena banyak orang jadi spekulan tanah. Makin susah kita bangun rumah rakyat dan infrastruktur. Jadi kalau ada disinsentif, orang investasi tanah benar-benar ada kegunaannya," tegas Mantan Menko Bidang Perekonomian itu.

Dia menuturkan, orang berbondong-bondong membeli tanah untuk tujuan investasi ketika mendengar akan ada pembangunan infrastruktur. Dari fenomena ini, Sofyan mengatakan, inflasi tanah terdongkrak naik hingga 18 persen. Kondisi ini terjadi sejak 10 tahun terakhir.

"Orang spekulasi di tanah, rata-rata inflasi tanah sekitar 18 persen. Itu kan manfaatnya cuma buat dia saja dapat keuntungan besar, sedangkan orang makin sulit beli rumah dengan harga terjangkau karena harga tanah naik luar biasa. Coba kalau uangnya ditaruh di bank, bisa diputar dipinjamkan ke orang lain, dan bermanfaat," papar dia.

Dengan pajak progresif ini, Sofyan berharap, spekulasi tanah berkurang dan masyarakat mampu membeli rumah dengan harga lebih terjangkau. Namun demikian, dia enggan menyebut potensi penurunan harga tanah dan harga rumah dari kebijakan pajak progresif atas tanah menganggur.

"Jadi kita harus hindari spekulasi-spekulasi ini melalui sistem pajak. Dikontrol supaya harga rumah lebih terjangkau," lanjutnya.

Tahap awal, Ia mengakui, pemerintah akan mempercepat sertifikasi lahan sehingga identitas pemilik tanah terlacak. Dengan begitu, akan ketahuan keuntungan yang diperoleh ketika orang tersebut menjual tanahnya. Dari keuntungan itulah, pemerintah akan memungut pajak progresif.

"Tapi kita sedang siapkan RUU Pertanahan. Pertengahan Februari akan kita sodorkan ke DPR, mudah-mudahan 3-4 bulan bisa menjadi UU Pertanahan. Supaya tanah tidak jadi bahan spekulasi yang naik gila-gilaan," kata Sofyan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya