Pembelaan Diri 2 Terdakwa Pembunuh Wanita dengan Cangkul

Mereka mengaku tidak membunuh Enno Parihah di mess pabrik PT Polyta Global Mandiri, Kosambi, Kabupaten Tangerang, pada 13 Mei 2016.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 02 Feb 2017, 06:19 WIB
(Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Tangerang - Dua terdakwa pembunuh Enno Parihah, yakni Rahmat Arifin dan Imam Hapriadi, membacakan pembelaan atas tuntutan mati pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Dalam surat pembelaan yang ditulis masing-masing oleh kedua terdakwa, mereka menulisnya rapih dalam selembar kertas folio.

Mereka mengaku tidak membunuh Enno di mess pabrik PT Polyta Global Mandiri, Kosambi, Kabupaten Tangerang, pada 13 Mei 2016.

"Saya bukan pelaku yang sebenarnya, memang saya pernah SMS dan menelepon korban hanya mau menanyakan kabarnya, tapi tidak diangkat," kata Imam Hapriadi di hadapan Ketua Majelis Hakim M Irfan Siregar, Rabu (1/7/2016).

Kedua terdakwa juga mengaku pernah diberi iming-iming uang sebesar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta oleh orangtua Rahmat Alim, untuk membantunya bebas dari tuduhan pembunuhan dan mengganti namanya dengan Dimas Tompel. "Rahmat Alim pernah meminta maaf kepada saya karena melibatkan saya dalam kasus ini," katanya sembari terus memegang kertas dengan tangan gemetar.

Sementara Rahmat Arifin mengaku dipaksa mengakui melakukan pembunuhan Enno karena tekanan dari polisi. "Saya pernah ditanya kenal enggak dengan Rahmat Alim, saya bilang tidak, tapi saya langsung dipukuli. Karena tidak kuat, saya terpaksa bilang kenal dan mengakuinya," kata dia.

Dalam kesempatan tersebut juga, Rahmat Arifin mengatakan bila korban adalah teman baiknya di pabrik tempat mereka bekerja. Karena itu, dia mengaku tidak mungkin membunuh Enno secara sadis dengan cangkul.

"Saya benar-benar tidak melakukan pembunuhan kepada Enno. Dia teman baik saya di pabrik," kata dia.

Arifin menambahkan, selama ini dia diintimidasi oleh penyidik kepolisian agar mengaku. Dia juga dipaksa kenal dengan Rahmat Alim.

"Mata saya ditutup, saya dipukul dan dipaksa makan tembakau rokok. Jadi saya bilang kenal. Tapi setelah saya mengaku, tekanan malah tambah parah lagi," ungkap Arifin.

Dia memohon kepada majelis hakim agar mempertimbangkan kembali tuntutan mati dari jaksa. "Demi Allah saya tidak melakukan itu semua. Saya mohon kebijaksanaan hakim untuk memberikan kemurahan hati dalam memberikan putusan."

Hakim memutuskan melanjutkan sidang pada pekan depan dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum terhadap pembelaan terdakwa.

Sementara Kuasa Hukum terdakwa, Sunardi Muslim, juga mengajukan pembelaan kepada majelis hakim. Poin dalam pembelaan tersebut di antaranya, terdakwa menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum dan masih punya masa depan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya