Liputan6.com, Jakarta Industri gula di dalam negeri belum begitu menggembirakan mengingat banyak pabrik gula tua yang masih beroperasi. Pabrik gula berumur tua membuat produktivitas jadi tak efektif, ujung-ujungnya harga pun tinggi.
Untuk menurunkan harga diperlukan adanya efisiensi biaya produksi dan distribusi pada komoditas tersebut. Selain itu, langkah seperti penetapan harga maksimum atau harga eceran tertinggi (HET) bisa menjadi solusi.
Advertisement
Mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan, industri gula di Indonesia memiliki dua kendala utama, yakni tidak terintegrasinya produksi gula di satu wilayah dan inefisiensi pabrik gula lama.
"Kalau produksi gula dilakukan secara terintegrasi, itu efisien dan relatif murah. Persoalan timbul adalah pabrik gula lama masih dioperasikan, sementara tebu masih mengandalkan dari petani yang masih tersebar di mana-mana,” ujarnya di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Ia menyebut, manajemen tebang angkut giling yang tidak mudah, efisiensi pabrik gula yang tidak baik, dan faktor non teknis lain menyebabkan harga gula menjadi tinggi. Karenanya, beban konsumen dan lonjakan inflasi bisa menjadi ancaman bila pemerintah tak menerapkan harga HET saat harga gula meningkat drastis.
“Pada kondisi di mana harga gula itu tidak normal atau terlalu tinggi, penetapan HET sudah seharusnya dilakukan. Jika tidak, makin memberatkan konsumen dan inflasi," tuturnya.
Pemerintah juga, lanjutnya, perlu melakukan penjualan pabrik gula yang tidak efisien ke swasta. Selanjutnya mendirikan pabrik gula terintegrasi. "Kalau kita belajar ke Thailand, sebetulnya pabrik gula tidak memiliki perkebunan. Mereka kerjasama dengan petani, tapi dalam satu area terkontrol, transportasi dekat. Pemerintahnya menetapkan harga dasar pembelian dari petani. Hasilnya, petani bergairah, pabrik pun bagus kualitasnya," bebernya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahja Widayanti di kesempatan berbeda mengatakan, pihaknya saat ini tengah merumuskan upaya efisiensi dari proses produksi hingga distribusi komoditas pangan. Menurutnya hal ini semata-mata bertujuan untuk menjaga fluktuasi harga pangan.
“Saat ini, pembahasan tentang upaya mengefisienkan mata rantai produksi dan distribusi tersebut tengah dibahas bersama dengan Menko Perekonomian,” kata Tjahya.
Ia menuturkan, Kemendag saat ini telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur HET untuk gula pasir sebesar Rp 12.500/Kg. Penetapan HET pada komoditas gula pasir tersebut bertujuan agar, harga gula untuk masyarakat di pasaran bisa lebih ditekan. Tjahja menyebut, kebijakan HET tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.