Liputan6.com, Jakarta Para ilmuwan dari Universitas Standford menciptakan sebuah perangkat revolusioner yang dapat mendeteksi HIV dan Malaria dengan biaya hanya 20 sen dollar Amerika.
Alat yang terbilang murah untuk ukuran pendeteksi HIV dan Malaria ini, dapat digunakan sebagai alat alternatif dari alat sebelumnya yang sering digunakan di laboratorium dan berbiaya mahal, yaitu centrifuge. Alat yang dapat mendeteksi HIV dan Malaria ini, dinamakan “paperfuge”.
Advertisement
Alat ini memiliki fungsi yang sama seperti centrifuge, yaitu dapat memisahkan komponen darah untuk menentukan penyakit yang ditularkan melalui darah tertentu, dengan kecepatan rotasi yang mencapai sekitar 125.000 putaran per menit (rpm). Yang membedakan adalah, dengan menggunakan paperfuge, Anda hanya mengeluarkan biaya sebesar 20 sen dollar Amerika dan menggunakan tenaga manusia.
Para bioengineer dari Universitas Standford yang menciptakan alat ini, Prakash Manu dan timnya mengambil inspirasi dari sebuah mainan anak-anak yang berputar. Mainan ini dibuat dengan cara membuat dua lubang, yang kemudian dilalui oleh benang. Untuk mulai bermain dengan alat itu, pengguna memegang gagang mainan yang tersambung dengan benang untuk membuat alat ini dapat berputar hingga mencapai kecepatan tinggi.
Meskipun kelihatannya seperti mainan biasa, prinsip-prinsip mekanik di balik mainan tersebut sama seperti cara pengoprasian alat centrifuge yang biasa digunakan di laboratorium. Paperfuge mampu melakukan pemisahan komponen darah secara efektif hanya dalam waktu 1,5 menit.
Menurut Manu, paperfuge yang ia ciptakan bersama timnya, adalah sebuah alat ciptaan manusia yang mampu berputar secara cepat dengan menggunakan tenaga manusia sendiri, dibanding alat lainnya yang juga menggunkan tenaga manusia. "Menurut sepengetahuan saya, paperfuge itu adalah objek berputar tercepat yang didorong oleh tenaga manusia," ucapnya.
Umumnya, sebuah centrifuge bekerja dengan cara menempatkan darah dalam wadah yang berputar, di mana kekuatan sentrifugal yang muncul akibat perputaran, memungkinkan pemisahan cairan darah berdasarkan kepadatan mereka. Misalnya, dalam mendeteksi patogen penyebab penyakit seseorang, centrifuge memisahkan darah seseorang sedemikian rupa, seperti sel-sel darah merah (bentuknya paling tebal) mengendap di bagian bawah wadah, plasma air (yang paling ringan) mengapung di atas dan patogen (bakteri , virus) seperti malaria akan berada di bagian tengah tengah.
Mendiagnosa penyakit melalui darah, mungkin memerlukan biaya besar dan kendala untuk pasien dan keluarga mereka. Proses ini rumit dan membutuhkan sumber daya seperti listrik, yang mungkin tidak selalu tersedia untuk semua tempat, khususnya di daerah pedesaan. Dengan penemuan paperfuge ini, penyakit umum seperti tuberkulosis, malaria bahkan HIV sekarang sangat memungkin didiagnosis dengan biaya yang sangat rendah dan tidak lagi harus mengandalkan sumber daya listrik.
Manu juga menjelaskan, tujuan ia dan tim penelitiannya untuk menciptakan alat ini adalah, untuk memungkinkan manusia melakukan diagnosis malaria bahkan HIV, meski mereka sedang berada di tempat yang tidak memungkinkan karena memiliki masalah keuangan, dan lokasi yang sulit dijangkau.
"Ada lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia yang tidak memiliki infrastruktur, tidak ada jalan, tidak ada listrik. Saya menyadari bahwa jika kita ingin memecahkan masalah kritis seperti diagnosis malaria serta HIV, kita perlu merancang sebuah centrifuge bertenaga manusia yang biayanya kurang dari secangkir kopi, dan oleh karena itu kita menciptakan paperfuge," kata Manu.
Penulis:
Soyid Prabowo
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6