Liputan6.com, Jakarta Presiden ke-3 Indonesia Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie menceritakan pengalaman hidup yang penuh perjuangan untuk berkarya membangun industri penerbangan nasional. Mendengar kisahnya, kita akan teringat akan cerita di film Rudy Habibie, sekuel dari film Habibie & Ainun.
Di depan ribuan alumni penerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Habibie mengaku dapat mengecap bangku kuliah di luar negeri, tepatnya di kampus Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen, Jerman, tanpa beasiswa dari negara maupun swasta.
"Saya tidak pernah mendapatkan beasiswa, bukan karena saya bodoh. Saya belajar di luar negeri tidak pakai beasiswa," ujar Habibie di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin malam (6/2/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia menceritakan saat terakhir kali dirinya melihat sang ayah. Ketika itu usia Habibie baru 13 tahun. Saat sang ayah, Alwi Abdul Jalil Habibie menjadi imam salat Isya, begitu mengucap Allahu Akbar, ayahnya langsung terjatuh dan meninggal seketika.
"Saat itu Ibu saya bersumpah, akan menjadikan saya dan anaknya yang lain, termasuk yang sedang di dalam kandungan Ibu sebagai manusia yang berguna bagi bangsa, negara, dan agama," tutur peraih gelar doktor ingeniuer dengan predikat summa cum laude itu.
Habibie menambahkan, setelah lulus SMA tahun 1954, dirinya sangat mudah mendapatkan beasiswa. Namun sang ibu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo, menolaknya.
Sebelum terbang ke Jerman pada 1955-1965, Habibie pernah belajar teknik mesin di Universitas Indonesia Bandung pada 1954.
"Ibu bilang tidak (pakai beasiswa). Saat saya berusia 18 tahun, paspor saya warna hijau, sedangkan yang lain biru. S1 dan S2 biaya sendiri, S3 saya mandiri, kerja sebagai asisten dan saya bisa lulus di usia 28 tahun," kata mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia era Orde Baru ini.
Pembuat pesawat N-250 Gatot Kaca ini mengaku tidak pernah berencana menjadi menteri maupun presiden. Ambisinya hanya satu, membuat pesawat terbang sebagai moda transportasi yang akan menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Indonesia.
"Saya cerita begini bukan mau pamer, tapi saya dan Anda (penerima beasiswa) tidak ada bedanya. Saya beruntung belajar di bidang yang saya sukai dan tekuni walaupun saat kuliah tidak makan, jalan kaki," ucap Habibie.
"Tidak pernah saya mimpi jadi menteri, wapres, tidak nyampe. Saya hanya kehendaki membuat pesawat terbang bukan pesawat tempur untuk membawa masyarakat ke seluruh Indonesia. Pesawatnya bukan dibiayai dari utang, tapi dari keringat rakyat yang ingin membangunnya," ucap dia.
Habibie menyebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebagai anak intelektualnya. Sementara generasi muda Indonesia merupakan cucu intelektual Habibie.
"Kalau bukan Anda yang membangun bangsa ini, jangan harapkan orang lain membangun. Masa depan setiap bangsa ada di sumber daya manusianya," ujar Habibie. (Fik/Nrm)