Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggeser paradigma penempatan TKI di luar negeri menjadi paradigma migrasi.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, paradigma migrasi menempatkan posisi bekerja di luar negeri sebagai hak bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, para TKI ini adalah subyek yang bisa menentukan sendiri pekerjaan yang diminatinya di luar negeri serta dilandasi kesesuaian dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki.
"Pemerintah mengubah konsep TKI dari objek menjadi subjek. TKI bebas menentukan nasibnya dan pemerintah siap memfasilitasi," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (7/6/2017).
Hanif menambahkan, pemerintah menggagas konsep bahwa bekerja di luar negeri adalah hak, sebuah pilihan yang dilakukan secara sadar. Bukan lagi penempatan, sehingga pasrah terhadap pilihan-pilihan yang diberikan.
Baca Juga
Advertisement
"Makanya kita geser menjadi paradigma migrasi. Bekerja di luar negeri adalah hak warga negara dan pemerintah hadir untuk melindungi hak tersebut," ucap dia.
Menurut Menaker, kesadaran hak bekerja di luar negeri tersebut harus diimbangi dengan pemahaman tentang profesi dan keterampilan yang akan digeluti di luar negeri. Selain itu, penguasaan akan bahasa negara tujuan juga penting untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya.
"Ini sebagai self defence capacity bagi TKI itu sendiri," kata dia.
Pemerintah juga terus mengupayakan peningkatan perlindungan TKI dengan berbagai kebijakan. Seperti penghentian dan pelarangan TKI sektor domestik atau pengguna perseorangan untuk 21 negara Timur Tengah, yakni Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.
Menurut Hanif, penghentian penempatan TKI sektor domestik atau pengguna perseorangan di 21 negara tersebut mengingat negara-negara itu belum menunjukan adanya perbaikan tata kelola dalam hal perlindungan TKI.
Di Arab Saudi, contohnya, TKI yang mendapat masalah di negeri tersebut sering kali terkendala oleh exit permit oleh pemerintah setempat. "Makanya, shelter di KJRI/KBRI kita sering numpuk," tutur dia.
Selain perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri, Menaker juga memaparkan persoalan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia. Untuk melindungi masyarakat Indonesia agar tidak kalah saing dengan TKA, maka pemerintah menerapkan persyaratan ketat dalam penggunaan TKA.
"Secara angka, TKA ini masih terkendali. Selama mereka legal, patuh terhadap aturan, tidak masalah. Tapi kalau ada yang ilegal, tidak patuh aturan ya kita tindak tegas," tandas dia. (Dny/Gdn)