Liputan6.com, Jakarta Pengembangan wisata bahari Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Malaysia. Padahal Indonesia punya garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia dan kekayaan alam bawah laut yang besar.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, selama ini potensi yang bahari yang dimiliki Indonesia kurang mendapat perhatian. Akibatnya wisata bahari dalam negeri tidak berkembang dengan baik.
Advertisement
"Kita sudah terlalu lama memunggungi lautan," ujar dia di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (7/6/2017).
Dia mengatakan, saat ini kontribusi wisata bahari terhadap pendapatan devisa Indonesia hanya 10 persen. Jika pendapatan devisa sekitar US$ 10 miliar, maka wisata hanya berkontribusi sebesar US$ 1 miliar.
"Untuk wisata bahari kontribusi hanya 10 pesen dari pendapatan devisa. Kalau devisa US$ 10 miliar, wisata bahari hanya US$ 1 miliar," kata dia.
Sedangkan di Malaysia, wisata bahari mampu berkontribusi besar terhadap pendapatan devisanya. Setidaknya saat ini pendapatan devisa dari wisata bahari di negara tersebut mencapai US$ 8 miliar per tahun.
"Malaysia, 40 persen pendapatan devisanya dari wisata bahari. Jadi dari US$ 20 miliar, wisata baharinya berkontribusi sebesar US$ 8 miliar. Ini 8 kali lipat dari Indonesia," ungkap dia.
Pada 2019 pemerintah menargetkan pendapatan devisa Indonesia sebesar US$ 20 miliar. Dari jumlah tersebut 20 persennya diharapkan disumbang dari wisata bahari.
"Padahal kita punya pantai terpanjang nomor 2, koral terbaik ada di Indonesia. Pada 2019 pendapatan devisa kita sebesar US$ 20 miliar, diharapkan wisata bahari sumbang 20 persen atau US$ 4 miliar," tandas dia.