Liputan6.com, Makassar - Yusniar, ibu rumah tangga (IRT) yang berstatus terdakwa dalam kasus pidana dugaan pencemaran nama baik dituntut 5 bulan penjara. Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), tuntutan tersebut melalui beberapa pertimbangan.
Jaksa menilai status yang dipasang Yusniar dinilai telah menghina dan mencemarkan nama baik anggota dewan yang tak lain adalah kakak iparnya. Sementara, hal yang meringankan adalah terdakwa dinilai bersikap sopan di persidangan, berterus terang dan menyesali perbuatannya.
Atas kedua hal tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau memuat pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 3 UURI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Neng Marlinawati membacakan tuntutannya di persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Kasianus Budiansyah di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu (8/2/2017).
Menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut, Yusniar melalui tim penasehat hukumnya akan mengajukan pembelaan atau pledoi pada sidang lanjutan yang akan digelar dua pekan mendatang sebagaimana yang diputuskan Majelis Hakim.
"Tuntutan jaksa tak berdasar pada fakta persidangan sehingga kita akan mengajukan pledoi atau pembelaan dan akan kita bacakan pada persidangan berikutnya," kata Azis Dumpa, ketua tim penasehat hukum Yusniar sekaligus aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.
Baca Juga
Advertisement
Jaksa, kata Azis, menuntut hanya berdasarkan konteks peristiwa. Padahal, konteks peristiwa tersebut tidak pada konten sebagai perbuatan pidana.
"Seharusnya liat konten statisnya apakah memang ada pencemaran nama baik di situ," kata Azis.
Dalam perkara yang menjerat Yusniar, lanjut Azis, ternyata tak menemukan adanya pencemaran nama baik karena tidak ada seorang pun yang dihina maupun dicemarkan nama baiknya.
"Itu dilihat dari status yang ditulis terdakwa dalam akun Facebooknya. Jadi bagi kami tetap terdakwa tidak terbukti perbuatan pidananya," kata Azis.
Tak hanya itu, tuntutan jaksa dinilai tak mendasar karena selama persidangan jaksa tidak pernah memunculkan bukti elektronik atau hasil forensik, meski Yusniar mengaku pernah mengunggah status.
Padahal, kata Azis, tuntutan jaksa jelas menegaskan bahwa terdakwa pernah mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya dokumen elektronik.
"Tapi itu tak cukup sebagai bukti," kata Azis.
Kasus yang menjerat terdakwa berawal dari pembongkaran rumah terdakwa di Jalan Sultan Alauddin Kelurahan Pabaeng-baeng secara paksa oleh Sudirman Sijaya, anggota DPRD Kab. Jeneponto, Sulsel, bersama ratusan massanya.
Atas pembongkaran itu, terdakwa menumpahkan rasa kekecewaannya dengan membuat tulisan yang diunggah lewat akun Facebook miliknya. Curahan hati itu dinilai Sudirman Sijaya sebagai pencemaran nama baiknya sebagai seorang legislator.
Status yang ditulis terdakwa dalam akun Facebook pribadinya, yakni "Alhamdulillah selesai juga masalah anggota dewan tolol, pengacara tolol mau na bela orang bersalah, nyata-nyatanya tanahnya ortuku pergi ko ganggui poenk " yang artinya "selesai juga urusan dengan anggota dewan bodoh, pengacara bodoh yang mau membela orang yang bersalah. Jelas bahwa tanah milik bapak saya tapi tetap kamu ganggu".