Ketika Anas Terpancing Tweet SBY

Jokowi mengatakan, semestinya SBY membicarakan persoalan tersebut dalam forum tertutup dan bukan melalui media sosial.

oleh Muhammad AliAhmad Romadoni Pramita TristiawatiPutu Merta Surya Putra diperbarui 09 Feb 2017, 00:07 WIB
Calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono melakukan salam komado dengan SBY saat menyapa warga Jakarta di Car Free Day (CFD), Senayan, Minggu (2/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pekan terakhir menjelang Pilkada DKI Jakarta, kondisi politik di Ibu Kota terus memanas. Setelah kasus penistaan agama yang menyeret calon gubernur nomor urut dua Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke meja hijau mulai mereda, kini sorotan mata publik tertuju ke presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).  

SBY yang merupakan ayah calon gubernur nomor urut tiga, Agus Harimurti Yudhoyono, menjadi sorotan setelah pengacara Ahok mengungkapkan dalam sidang bahwa ada komunikasi antara SBY dan Ketua MUI Ma'aruf Amin terkait pencalonan dan upaya pemenangan Agus dan pasangannya, Sylviana Murni, di Pilkada 15 Februari mendatang.

Publik pun menduga aksi besar-besaran yang berlangsung akhir 2016 lalu tak lepas dari upaya untuk memenangkan Agus-Sylvi.

Tentu saja SBY tak menerima tudingan itu. Ia membantah hal tersebut tak hanya melalui konferensi pers, tapi juga melalui sejumlah tweet di akun Twitternya.

Apa yang terjadi? Publik justru memplesetkan dan menjadikan tweet SBY sebagai bahan candaan, hingga membuat salah satu tweet SBY menjadi topik teratas.

"Saya bertanya kpd Bapak Presiden & Kapolri, apakah saya tidak memiliki hak utk tinggal di negeri sendiri, dgn hak asasi yg saya miliki? *SBY*," tweet SBY pada 6 Februari 2017.

Meski tweet-nya menjadi bahan candaan, SBY terlihat tak mempermasalahkannya. Buktinya, pada Rabu siang, 8 Februari 2017, dia kembali berkicau di akun Twitternya, @SBYudhoyono.


Brainwash Politik

Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan Pidato Politik di HUT ke-15 Partai Demokrat di Jakarta Convention Center, Selasa (7/2). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Dalam tweet terbarunya SBY mengingatkan mahasiswa soal brainwash politik.

"Utk para mahasiswa, calon-calon pemimpin masa depan, setiap pemimpin & pemerintahan selalu ada kelebihan & kekurangannya. *SBY*," cuit SBY.

Dia melanjutkan dengan menulis, "Tidak ada Presiden & pemerintahan yg semuanya hebat & selalu sukses. Namun, tidak ada pula yg semuanya jelek & gagal. *SBY*."

"Begitu yg terjadi di Indonesia, mulai dari Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Ibu Megawati, SBY & Pak Jokowi *SBY*."

"Tugas pemimpin & generasi berikutnya adlh melanjutkan yg sudah baik & memperbaiki yg belum baik. Continuity & Change. *SBY*."

"Hati-hati terhadap "brainwash" politik. Para orang tua & negara, berharap semua mahasiswa sukses & punya masa depan yg gemilang. *SBY*."

SBY mengingatkan mahasiswa setelah sebelumnya sekelompok mahasiswa menggelar aksi di kediaman pribadinya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Terkait hal ini, dalam pidato politiknya di Dies Natalis HUT ke-15 Partai Demokrat, Selasa malam, 7 Februari 2017, SBY menilai pengerahan massa dalam jumlah besar kurang tepat. Dia bahkan meminta penghentian pengerahan massa secara besar-besaran.

"Pengerahan kekuatan massa dalam jumlah yang amat besar, dari pihak mana pun, barangkali sudah saatnya diakhiri. Gerakan massa yang berhadap-hadapan bisa menimbulkan benturan fisik dan kekerasan yang tidak kita kehendaki," ujar SBY di JCC, Senayan, Jakarta.

Menurut dia, jangan sampai ada benturan horizontal di tengah masyarakat, seperti di masa lalu dengan adanya peristiwa Sampit, Poso, Ambon, bahkan serangan kaum radikal seperti ISIS malah memanfaatkan keadaan ini.

"Mungkin saya dituduh hanya menakut-nakuti. Melebih-lebihkan. Tidak, Saudara-saudara. Saya ikut memiliki dan sangat mencintai negeri ini," ujar SBY.

"Sudah sangat sering saya mendengar kata-kata 'negara harus hadir'. Sekaranglah saatnya negara benar-benar hadir. Hadir dan bertindak tepat, adil, dan bijak," ucap SBY.

Selain itu, Ketua Umum Partai Demokrat tersebut mengatakan, ketika dirinya menjadi presiden, situasi politik yang gaduh dan panas juga dialami. Berbagai pihak melayangkan kritik dan sinis terhadap pemerintahan yang dipimpinnya.

"Kewibawaan dan kehormatan saya sering diserang dan dilecehkan secara vulgar," kata SBY.

Dalam pidatonya, SBY juga mengungkapkapkan sikapnya yang pesimis polisi akan menyelesaikan kasus demonstrasi mahasiswa di kediamannya. Meski dia sudah melaporkan kasus tersebut pada polisi.

"Saya pesimis jika kasus unjuk rasa dan geruduk yang melanggar hukum tersebut diusut dan dituntaskan oleh penegak hukum," kata SBY

Konon, kata SBY, para mahasiswa itu diprovokasi dan diagitasi di kawasan Pramuka Cibubur. SBY menilai, kondisi ini sangat menyedihkan bila kawasan terhormat itu justru dijadikan ajang propaganda.

"Sangat menyedihkan jika forum dan kawasan terhormat itu dikotori oleh tangan-tangan hitam yang melakukan agitasi dan propaganda (agitprop) untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya," ujar SBY.

Dalam provokasi itu, SBY menyebut para mahasiswa dicekoki bahwa Ketua Umum Partai Demokrat itu merupakan perusak negara dan harus ditangkap.

"Naudzubillah. Siapa yang merusak negara? Sulit dimengerti jika pihak-pihak kekuasaan tidak mengetahui," ucap SBY.


Bukan Aksi, tapi Sosialisasi

Rumah SBY didemo mahasiswa. (Twitter/syafiiiiiii)

Sementara mahasiswa peserta Jambore Nasional yang berlangsung di Cibubur, Jawa Barat, membantah aksi mereka di dekat kediaman Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY adalah penggerudukan. Mereka mengaku aksi itu hanya menyosialisasikan hasil jambore tersebut.

Ketua Panitia Jambore Nasional Mahasiswa Indonesia, Septian Prasetyo, menjelaskan, kehadiran mereka di dekat kediaman SBY di Kuningan, Jakarta Selatan, adalah murni inisiatif mahasiswa.

"Pada malam kedua (acara Jambore), itu pure acara mahasiswa. Ada tamu yang tak diduga, yaitu Antasari Azhar," kata Septian di Kampus STIMIK Raharja, Kota Tangerang, Selasa, 7 Februari 2017 malam.

Dia mengungkapkan, kedatangan Antasari seperti memberi pencerahan. Mantan Ketua KPK itu menjelaskan kronologi menjadi ketua lembaga antikorupsi serta mengungkapkan adanya indikasi kriminalisasi dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain.

"Beliau bilang banyak menjebloskan orang dekat penguasa ketika itu," ucap Septian.
Dari pemaparan Antasari itu, mahasiswa lantas menggelar sidang pleno. Mereka bersidang sampai pagi membahas salah satu pemaparan Antasari mengenai banyak kasus korupsi yang pengusutannya belum tuntas hingga kini.

"Sampai jam enam pagi. Sangat sulit menampung semua aspirasi teman-teman," ujar Septian.

Disimpulkan dari sidang panel itu, para mahasiswa ingin agar kasus korupsi di masa lalu dan juga saat ini diusut tuntas. Dari sana mahasiswa memutuskan untuk melakukan aksi sosialisasi. Saat itu Septian mengaku terjadi debat panjang untuk menyosialisasikan hasil Jambore tersebut.

Hingga akhirnya timbul kesepakatan aksi sosialisasi dan bagi-bagi selebaran dilakukan di dua titik, Kuningan dan DPR. Meski demikian, Septian mengaku aksi ini murni inisiatif mahasiswa dan Antasari tidak ikut campur atau ambil andil.

"Itu hasil kesepakatan dari kawan-kawan," tegas Septian.

Terkait izin dan akomodasi aksi di rumah SBY, panitia membenarkan tak mengantonginya dari polisi. Mereka berdalih aksi itu bukan demonstrasi, melainkan sosialisasi biasa.

"Kita tidak pakai izin, karena cuma bagi-bagi selebaran," kata Septian.


Reaksi Jokowi

Presiden SBY memeluk Jokowi saat hadir di acara pelantikan di Senayan, Jakarta, Senin (20/10/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Tidak hanya mahasiswa yang menanggapi cuitan dan kritik SBY. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, tidak masalah dengan kritik yang disampaikan. Menurut JK, sebagai partai di luar pemerintah, kritikan SBY itu sebagai masukan yang sangat wajar.

"Ya partai di luar pemerintah itu ya seperti itu," kata JK usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Bagi JK, partai (SBY) yang berada di luar pemerintahan sudah sepatutnya mengawasi kerja pemerintah. Bila ada yang dirasa kurang baik atau melenceng dari ketentuan, partai-partai inilah yang mengingatkan pemerintah.

Presiden Jokowi juga menanggapi cuitan SBY dengan mengatakan, semestinya SBY membicarakan persoalan tersebut dalam forum tertutup, dan bukan melalui media sosial.

"Lebih baik apabila semua hal yang berkaitan dengan negara itu dirembuk, dibicarakan dalam forum tertutup," ucap Jokowi di Ambon, Maluku, Rabu 8 Februari 2017.

Ia meyakini, bila keluhan SBY disampaikan di forum tertutup, tidak akan menjadi ramai dan menyimpang dari masalah yang dipersoalkan. "Yang lebih baik seperti itu (melalui forum tertutup)," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Jokowi pun yakin, segala persoalan yang dipertanyakan SBY dapat terjawab dengan jelas bila dibahas melalui musyawah dalam forum tertutup.
"Kemudian dicarikan solusi dan disampaikan kepada masyarakat," Jokowi menandaskan.

Tidak hanya pemerintah dan mahasiswa yang bereaksi atas sikap yang diperlihatkan SBY. Mantan kaderanya di Demokrat, Anas Urbaningrum, juga turut angkat bicara. Anas yang pernah menjadi Ketua Umum Partai Demokrat menyindir tweet yang disampaikan SBY terkait aksi mahasiswa yang menggeruduk rumahnya di Kuningan. Sindiran itu disampaikan Anas melalui akun Twitternya.

"Pak Presiden SBY (saat itu) yg mencintai hukum dan keadilan. Tahukah Bapak brp kali demonstran dikirim ke rumah saya? *abah," tulis Anas, dalam akun @anasurbaningrum yang dikutip Liputan6.com, Jakarta, Rabu (8/2/2017).


Sindiran Anas

Surat Anas Urbaningrum. (Twitter)

Anas menyatakan, saat itu ia mempertanyakan haknya sebagai warga negara untuk mendapatkan rasa aman. Namun begitu, ia tidak menumpahkan keluh kesahnya itu dalam akun Twitter.

"Saya bertanya kpd Presiden (saat itu), apakah Bapak peduli thd keselamatan dan keadilan? Alhamdulillah, saya tidak ngetuit. *abah," ujar Anas.

Menurut mantan Ketua Umum PB HMI ini, unjuk rasa memang tak etis dilakukan di kediaman seseorang. Dia pun hanya mendoakan agar SBY dalam keadaan sabar.

"Demo ke rumah pribadi jelas tidak elok. Saya berdoa smg Pak SBY diberikan ketenangan dan kesabaran. *abah," kata dia.

Meski sang Ketua Umum merasa diserang dari sana sini, Partai Demokrat masih percaya pada pemerintah. Logikanya, pemerintah pasti akan melindungi setiap warga negaranya, terlebih untuk SBY yang merupakan mantan presiden.

"Prasangka kami tetap baik, bahwa negara akan melindungi semua warga negaranya, termasuk tentu Pak SBY, baik dia seorang presiden ke-6 atau rakyat biasa dan begitu juga ketua umum partai," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan saat Dies Natalis Partai Demokrat di JCC.

Selain itu, Hinca pun merasa serangan kepada SBY selama kampanye Pilkada Serentak 2017 merupakan hal yang wajar.

"Kalau serangan-serangan beberapa hari ini atau katakanlah selama pilkada ini yang cukup tinggi tensinya, kami membacanya sebagai sesuatu yang normal saja," ucap Hinca.

Yang tidak normal, menurut dia, adalah berbagai tindakan melanggar hukum. Sebut saja ketika SBY menyampaikan adanya dugaan penyadapan terhadap dirinya serta kedatangan massa ke depan kediaman SBY.

"Yang kedua paling berbahaya, karena (lokasinya) itu enggak jauh dan tetanggaan dengan Kedutaan Besar Qatar. Jadi itu kedutaan besar punya hukum internasional sendiri, Karena itu negara tidak boleh kecolongan untuk hal-hal seperti itu," ujar Hinca.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya