Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dengar Pendapat (RDP) empat partai baru dan Pansus RUU Pemilu membahas pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden yang akan diterapkan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Dalam pernyataan saat rapat tersebut, empat partai baru yang terdiri dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Islam Damai dan Aman (Idaman), Partai Berkarya dan Partai Perindo menolak presidential treshold yang akan dibahas pada RUU Pansus Pemilu.
Advertisement
Grace Natalie sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia mengatakan tidak setuju dengan usulan akan diberlakukannya ambang batas pencalonan atau presidential treshold.
"PSI menolak tegas adanya ketentuan presidential threshold supaya tercipta equals playing battle fields dan asas pemilu bebas serta adil. Semua peserta pemilu baik partai baru atau lama, berhak menerima perlakuan yang sama mencalonkan presiden dan wakil presiden," terang Grace Natalie di gedung Parlemen Senayan DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu 8 Februari 2017.
Grace pun menyatakan jika presidential treshold ini dilakukan akan menyalahi UUD 1945 pasal 6a ayat 1 yang isinya calon presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai yang berbeda.
Selain itu, dia mengungkapkan dengan ketiadaan ambang batas calon ini, membuat banyaknya calon yang akan maju dalam pagelaran pemilu, sehingga membuat masyarakat memiliki gairah untuk memilih.
"Dengan ambang batas yang rendah, pasti calon yang dimunculkan akan lebih beragam sehingga berdasarkan kajian keilmuan dari beberapa lembaga, partisipasi politik masyarakat akan lebih baik," kata Grace.
Hal senada pun diungkapkan oleh Partai Idaman yang dipimpin Rhoma Irama, menurut Rhoma adanya presidential treshold ini semakin membatasi calon yang maju untuk menjadi presiden pada pemilu selanjutnya.
"Jadi kalau presidential diterapkan sebagai sesuatu ketentuan ini bertabrakan. Presidential threshold tidak ada acuannya untuk diterapkan, kalau parlementer threshold saya setuju," ucap Rhoma.
Selain itu, Partai Perindo melalui Sekjen Partai Ahmad Rofiq pun menganggap presidential threshold ini hanya dijadikan sebagai bahan politik untuk melanggengkan kekuasaan partai-partai besar.
"Dengan adanya presidential threshold ada keinginan sebuah kekuatan besar untuk menguasai pilpres, ada oligarki politik yang tidak mencerminkan keadilan pada partai lain, keadilan harus tepat pada semua partai." terang Rofiq.
Tidak berbeda jauh dengan tiga partai lainnya, Partai Berkarya melalui sekjen partai, Badaruddin Andi Picunang mengaku tidak sependapat dengan adanya presidential threshold. Hal ini lebih kepada ketidakjelasan patokan angka untuk sebuah partai mencalonkan calonnya di pemilu presiden.
"Kita patokannya mengambil angka parlementer thresholdnya dari mana, harus ada pemilu DPR di tahun-tahun sebelumnya kan. Kalau memakai angka tahun 2014 itu udah dipakai oleh Pak Jokowi dan Pak Prabowo, kalau diberlakukan di 2019 itu patokannya dari mana itu harus dikaji secara mendalam," tandas Badaruddin.