Liputan6.com, Jakarta - Penasihat hukum Irman Gusman, Maqdir Ismail menyebut tidak ada fakta penyalahgunaan jabatan yang dilakukan terdakwa terkait pengadaan gula 1.000 ton di Sumatera Barat, seperti tuntutan jaksa KPK. Dengan begitu, Irman tidak bisa dihukum dengan ketentuan Pasal 12 huruf B.
"Fakta menunjukkan bahwa tidak ada penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh Pak Irman berkenaan dengan pengadaan gula 1000 ton itu. Sehingga dengan tidak adanya penyalahgunaan jabatan ini maka beliau tidak bisa dihukum dengan ketentuan pasal 12 huruf B," ungkap Maqdir Ismail seusai persidangan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Advertisement
Dia menambahkan, satu-satunya yang bisa dibuktikan terhadap Irman Gusman adalah pemberian uang Rp 100 juta tanpa sepengetahuan terdakwa. Oleh karena hal ini terbukti, maka yang terbukti itu adalah ketentuan Pasal 11 UU Tipikor"
Maqdir menjelaskan, jaksa KPK tak bisa menggunakan dua undang-undang yang memiliki ancaman hukuman tersendiri untuk menuntut terdakwa.
"Itu terkait UU KKN, karena UU itu punya ancaman hukumannya sendiri, akan tetapi mereka juga gunakan UU Tipikor. Mestinya mereka gunakan 1, kalau ini berkenaan dengan UU KKN, maka tuntutlah terdakwa berdasarkan UU KKN bukan seperti yang terjadi sekarang. Dari dua UU tapi hanya dituntut satu UU dari satu perbuatan, bukan dua perbuatan," jelas Maqdir.
Dalam pleidoi yang dibacakan, tim penasihat hukum Irman menyebutkan bahwa pemeriksaan terdakwa saat ditetapkan menjadi tersangka di KPK terlihat tidak wajar dan melanggar undang-undang.
"Pemeriksaan terhadap tersangka pada 17 September 2016 tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 114 KUHAP, di mana terdakwa saat diperiksa menjadi tersangka tidak didampingi penasihat hukum, dan pemeriksaan lanjutan pada 11 Oktober 2016 kepergian terdakwa ke KPK bukan untuk menjalani pemeriksaan dari penyidik melainkan pemeriksaan dokter, karena ia mengalami gangguan kesehatan," ucap tim penasihat hukum saat membacakan pleidoi.
Selain itu penasihat hukum Irman juga menyinggung tentang jaksa yang tidak berperan dalam mengoreksi berkas perkara dari penyidik.
"Satu hal yang harus diperhatikan pada ketentuan Pasal 138-139 KUHAP, yang memberikan kewenangan pada jaksa penuntut umum untuk melakukan koreksi terhadap hasil pemeriksaan penyidik, artinya penuntut umumlah yang menentukan lengkap atau tidaknya suatu berkas perkara dibawa ke pengadilan," terang tim penasihat hukum.
Tak hanya itu, tim penasihat hukum juga menyinggung terkait digugurkannya permohonan pra-peradilan Irman Gusman sebagai upaya penyempurnaan pelanggaran hukum oleh penyidik.
"Bagi kami, digugurkannya permohonan praperadilan terdakwa merupakan upaya untuk menyempurnakan pelanggaran hukum oleh penyidik dalam perkara. Hal ini terlihat dari diabaikannya proses pencegahan dan penyelidik sudah mengetahui bahwa terdakwa tidak pernah membuat kesepakatan dengan saksi Memi dan Xaveriandy Sutanto mengenai uang Rp 100 juta," ujar tim penasihat hukum.
Di pengujung pleidoinya, tim penasihat memohon kepada majelis hakim untuk dapat mempertimbangkan hukuman yang seringan-ringannya untuk Irman Gusman karena pernah berjasa bagi negara.
"Sebagai warga negara yang selama ini telah mengabdi dan mendapatkan penghargaan tertinggi dari negara berupa Bintang Maha Putra Adi Pradana, kami mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim dapat mempertimbangkan jasa beliau dengan hukuman yang seringan-ringannya," ujar tim penasihat hukum Irman Gusman.
Tim penasihat hukum juga menolak tuntutan jaksa yang mencabut hak terdakwa untuk dipilih jabatan publik selama tiga tahun.