Liputan6.com, Canberra - Australia mengonfirmasi bahwa sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) telah berhenti memeriksa pengungsi di Pulau Nauru. Hal ini mencuatkan kembali kekhawatiran, Presiden Donald Trump akan membatalkan kesepakatan soal pengungsi yang dicapai kedua negara pada era Barack Obama.
Pemerintah Australia memiliki kebijakan, melarang setiap pengungsi yang tiba dengan perahu menginjakkan kaki di negara itu. Sebagian besar dari para pengungsi ini ditahan di Pulau Nauru dan Manus. Rata-rata mereka berasal dari Iran, Afghanistan, dan Irak.
Dan AS kala itu setuju untuk menampung 1.250 pengungsi setelah mereka melalui pemeriksaan yang super ketat. Sebagai imbalannya, Australia setuju untuk memukimkan kembali pengungsi asal Guatemala, Honduras, dan El Salvador.
Proses pemeriksaan pengungsi akan diawasi oleh Badan Pengungsi PBB, UNHCR di mana pengungsi yang paling rentan yang akan diprioritaskan. Namun kebijakan Obama ini ditentang Trump.
"Bisakah Anda percaya? Pemerintahan Obama setuju untuk membawa ribuan imigran ilegal dari Australia. Kenapa? Saya akan pelajari kesepakatan bodoh ini!," cuit Trump di media sosial Twitter.
Merespons fakta bahwa sejumlah pejabat AS telah berhenti bekerja di Nauru, Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton mengatakan, pihaknya berharap proses tersebut akan dilanjutkan "pada waktunya".
Baca Juga
Advertisement
Lebih lanjut Dutton menjelaskan bahwa para pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri AS yang tiba di Nauru pada Januari telah kembali dalam pekan ini.
"Saya tidak punya komentar soal kapan mereka akan kembali ke Nauru. Ada beberapa pejabat yang telah pergi dalam beberapa hari terakhir dan kami mengharapkan kedatangan pejabat lain," ujar Dutton seperti dikutip dari BBC, Kamis, (9/2/2017).
Kesepakatan pengungsi ini pula yang telah membuat panas perbincangan via telepon antara Trump dan PM Australia, Malcolm Turnbull pekan lalu.
"Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan staf saya, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, dan Departemen Luar Negeri AS, namun itu tidak harus dikomentari. Yang menjadi keinginan kami adalah membawa orang-orang (pengungsi) ini keluar dari Manus dan Nauru secepat mungkin," tegas Dutton.
Menurut data statistik pemerintah Australia per 30 November 2016, terdapat 1.250 pengungsi yang mereka tampung. Di Pulau Manus ada 871 orang sementara di Nauru ada 383 orang.
Australia telah menghadapi kecaman internasional atas kebijakan menempatkan pengungsi di pusat penahanan Nauru dan Manus. Badan pemantau HAM mengutuk kondisi tahanan di dua lokasi itu di mana menurut mereka telah membahayakan pengungsi.