Liputan6.com, Semarang - Jenazah berenang menyeberangi sungai? Ya benar, ada cerita soal jenazah yang "berenang" menyeberangi sungai sebelum dikebumikan.
Kisah jenazah "berenang" ini selalu terjadi ketika ada warga Desa Kalirejo, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah meninggal dunia. Jenazahnya harus berenang sekitar 100 meter menyeberangi Sungai Lusi.
Baca Juga
Advertisement
Jangan heran jika para pelayat yang mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhir juga berada di antara garis hidup dan mati. Kisah pengantar jenazah itu pun semakin tegang saat Sungai Lusi banjir. Karena bisa jadi akan menimbulkan korban banjir yang baru.
Seperti peristiwa yang terjadi pada Rabu, 8 Februari 2017 kemarin ketika Jinem, warga setempat, meninggal dunia. Sebagaimana umat muslim lain, jenazah Jinem segera dimandikan, lalu disalatkan, dan hendak dikuburkan. Jenazah Jinem harus dimakamkan di seberang sungai, satu-satunya tempat pemakaman yang paling dekat.
Kesibukan warga seketika meningkat. Tak hanya merawat jenazah, tapi juga menyiapkan infrastruktur untuk membawa jenazah ke makam. Sebab, sekitar 150 meter dari makam, jenazah dan pengantarnya dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus menyeberangi Sungai Lusi selebar 100 meter dengan kedalaman sekitar 10 meter.
"La ilaha ilallah…la ilaha ilallah," gema tahlil menandai pemberangkatan jenazah Jinem. Para pengantar pun berjalan beriringan, memanggul jenazah Jinem di dalam keranda.
Tiba di tepi sungai, kesibukan berubah. Warga meletakkan keranda jenazah Jinem di atas rakit yang terbuat dari pipa paralon. Para pengantar jenazah juga fokus pada penyeberangan jenazah. Suara tahlil pun menghilang.
Di antara para pengantar, Jumeno bersama Jupri, Masruri, dan Marjuki mendapat tugas mengawal jenazah Jinem menyeberang sungai. Hingga sekitar 50 meter mereka berenang menyeberangi Sungai Lusi, semua masih lancar. Namun setiba di tengah sungai, mereka baru menyadari bahwa arus sungai semakin deras. Rupanya Sungai Lusi mulai banjir.
Pengantar Jadi Korban
Semua benar-benar berubah ketika pengantar dan jenazah sudah sampai di tengah sungai yang mulai banjir itu. Tiba-tiba Jumeno yang bertugas mendorong jenazah dan menjaga agar jenazah tak hanyut kehabisan tenaga karena melawan arus banjir.
"Itu Jumeno tarik tangannya. Awas kenter (hanyut)," teriak salah satu di antara mereka.
Masruri yang berada paling dekat hendak segera menarik tangan Jumeno. Ia harus membagi konsentrasi menjaga keranda jenazah Jinem dan menyelamatkan Jumeno. Terlambat. Tangan Jumeno sudah tak lagi memegang rakit yang membawa keranda. Ia benar-benar terbawa derasnya arus banjir Sungai Lusi.
"Saya sudah mau meraih tangannya, tapi tidak kena dan akhirnya (Jumeno) hilang (terbawa arus)," kata Masruri, pengiring jenazah yang selamat.
Kini para konsentrasi pelayat terbagi dan terpecah. Sebagian melanjutkan prosesi pemakaman Jinem usai berenang menuju makam, sebagian lainnya mencari Jumeno yang terseret arus. Ada pula yang kemudian melapor ke polisi dan meneruskan ke Tim SAR.
AKP Toni Basuki, Kapolsek Kradenan yang menjadi wilayah hukum tempat pemakaman, menyebutkan bahwa hingga Kamis, 9 Februari ini Jumeno masih dicari petugas dan warga dengan menyusuri Sungai Lusi. Curah hujan yang masih cukup tinggi membuat kondisi sungai sedang penuh air dengan arusnya yang cukup deras sehingga menyulitkan proses pencarian Jumeno.
"Jika tidak ketemu, pencarian akan kita lanjutkan besok," kata AKP Toni.
Sementara itu, Kapolres Grobogan AKBP Agusman Gurning dan Kapolsek Wirosari AKP Zaenuri mengakui bahwa membawa jenazah menyeberangi Sungai Lusi memang merupakan satu-satunya jalan. Kepada Liputan6.com, Zaenuri menambahkan, dalam kondisi apa pun, jika memang ada yang meninggal dunia, warga tetap mengantar dan mau tak mau membuat kondisi seolah jenazah berenang sebelum sampai tempat pemakaman ketika menyeberangi Sungai Lusi.
"Mereka sudah berbagi tugas. Ada yang bertugas mengarahkan dan mencari jalur terdekat agar bisa segera sampai tepi sungai. Ada pula yang bertugas mendorong keranda agar tidak hanyut," kata Zaenuri.
Advertisement