Liputan6.com, Papua Barat - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan buka suara terkait ancaman induk usaha PT Freeport Indonesia, Freeport McMoran yang akan memangkas produksi konsentrat tembaga menjadi 40 persen dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam waktu dekat.
Pernyataan itu dilayangkan sebagai buntut dari tak kunjung terbitnya izin ekspor dari pemerintah Indonesia. "Sebetulnya kalau korporasi mau memecat pegawai dan mengancam pemerintah kurang pas lah," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Bandara Babo, Papua Barat, Jumat (10/2/2017).
Jonan menilai, ancaman Freeport yang akan mengurangi tenaga kerja di saat menghadapi persoalan regulasi, memperlihatkan jika tidak memikirkan sumber daya manusia di perusahaan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Berarti perusahaan ini tidak mengutamakan pegawai atau sumber daya manusia-nya, tapi mengutamakan keuntungan semata," tegas Mantan Menteri Perhubungan (Menhub) itu.
Menurut Jonan, apabila satu perusahaan terlanda persoalan regulasi akibat belum diterbitkannya izin ekspor, Freeport harus menyelesaikan permasalahan tersebut. Bukan malah lari dan menjadikan pemangkasan produksi maupun PHK sebagai sebuah opsi jalan keluar.
"Kalau perusahaan lagi ada masalah regulasi, ya dibereskan. Pegawai diberhentikan itu semestinya opsi terakhir. Kalau ditaruh di opsi pertama, lain lagi ceritanya," sindir Jonan.
Untuk diketahui, Freeport Indonesia mendesak pemerintah segera menerbitkan rekomendasi izin ekspor supaya perusahaan tambang di Timika, Papua itu bisa mengekspor konsentrat tembaga.
Namun dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 menyebutkan, izin ekspor dapat diberikan dengan syarat izin usaha berubah dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Akhirnya, Freeport mengajukan perubahan status menjadi IUPK dengan catatan mengikuti kontrak sebelumnya dan ogah mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku.
Jonan menjelaskan, Kementerian ESDM tidak mewajibkan perusahaan tambang mengubah status dari KK menjadi IUPK. "Saya tidak mewajibkan ubah status, itu terserah. Tapi tidak bisa ekspor. Dan kalau tetap pada status KK, maka harus bangun smelter. Itu ada di perjanjian kok, saya tidak mengubah apa-apa," jelas dia.(Fik/Nrm)