Liputan6.com, Depok - Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua, Adnin Armas, angkat bicara soal dugaan penyimpangan dana yayasan yang menyeret nama Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI.
Menurut Adnin, rekening yayasan yang dikelolanya dipinjam sementara oleh GNPF MUI untuk menampung dana para donatur. Mereka menyumbang untuk membantu aksi 4 November (411) dan 2 Desember (212) 2016.
Advertisement
Peminjaman rekening juga didasari atas dasar saling percaya. Adnan dan Bachtiar yang merupakan Ketua Umum GNPF MUI, menjalin pertemanan cukup erat dengan Bachtiar Nasir. Rekening diserahkan pada GNPF MUI karena mendengar banyak donatur yang hendak menyumbang untuk Aksi Bela Islam saat itu.
"Kami sendiri kaget banget yang mau nyumbang banyak, harus dikemanakan uang itu, karena saya deket dengan Bachtiar Nasir, jadi rekening Yayasan ini digunakan. Lagi pula, ini untuk kepetingan umat," terang Adnin di kediamannya, di Depok, Sabtu (11/2/2017).
Tercatat sekitar 4 ribuan orang yang menyumbang untuk aksi tersebut. Jumlahnya beragam, dari puluhan ribu, ratusan, hingga jutaan rupiah. Nama-nama donatur tidak disebutkan dalam setiap menyumbang.
"Totalnya, sekitar Rp 3,8 Miliar," sebut Adnin.
Dari jumlah yang didapat itu tersisa Rp 2 miliar. Adnin tidak merinci uang yang didapatkan itu digunakan untuk keperluan apa.
"Mengenai dana itu digunakan lebih bagus ke GNPF-MUI. Ya namanya, ketua yayasan saya hanya tanda tangan. GNPF-MUI yang lebih tahu uang itu," ujar Adnin.
Digeledah
Adnin mengatakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri mengeledah kediamannya di Jalan Metro Duta Raya Blok CC1/6 RT 03/023, Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, sekitar pukul 22.00 WIB, Sabtu (11/2/2016) dini hari.
Mereka didampingi ketua RT setempat sebagai saksi penggeledahan. Sementara posisi Adnin saat itu tengah diperiksa di Bareskrim. Sang istri saat itu pun tengah tidak berada di rumah.
"Polisi bersama ketua RT memanggil penghuni rumah. Dibukakan pintu oleh anak saya, begitu keluar anak saya takut, dan balik ke kamar nangis-nangis. Anak saya langsung telepon ibunya. mendapatkan telepon, ibunya langsung pulang," tutur Adnin.
Sekitar pukul 23.00 WIB istrinya pulang. Polisi diizinkan masuk. Namun polisi memulai pengeledahan pada pukul 01.00 WIB. Polisi membawa dua buku tabungan dari hasil penggeledahan tersebut dan beberapa barang bukti lainnya.
"Polisi membawa dua buku tabungan atas nama yayasan dan Stempel," beber Adnin.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, menduga ada penyimpangan penggunaan dana di yayasan tersebut. Padahal, kata dia, ada kegiatan penghimpunan dana kepada umat yang dilakukan oleh yayasan tersebut.
Agung menambahkan, pihaknya sudah mendapati adanya penyimpangan penggunaan dana tersebut dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan, kata dia, perkara itu sudah naik ke penyidikan.
"Iya sudah (penyidikan)," ucap Agung.
Terkait peran Bachtiar Nasir, Agung belum mau buka suara. "Nanti, nanti, kita tanyakan dulu kepada yang bersangkutan," tambah Agung.
Sementara Bachtiar Nasir mengatakan tidak ada penyalahgunaan dalam pengelolaan donasi di rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.
"Itu dananya dari umat untuk umat lagi," kata Bachtiar di kantor Bareskrim Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat 10 Februari 2017.
Bachtiar menjelaskan, dana hasil donasi hingga kini belum terpakai seluruhnya. Ia pun memastikan pihaknya amanah dalam menjaga dana sumbangan umar muslim tersebut.
"Di rekening yayasan, kami enggak ada yang mengambil, enggak ada pemindahan hak. Kami rawat betul dana itu," kata dia.
Bachtiar menegaskan, dirinya tidak masuk dalam struktural yayasan tersebut.
"Saya di yayasan itu bukan pengawas, bukan pembina, bukan pendiri juga. Jadi enggak ada unsur TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," Bachtiar menegaskan.