Kopi Pagi: Berakhirnya Pesta Akbar

Suhu politik Jakarta yang panasnya mudah merambat sampai ke tingkat nasional perlu dijaga agar tak sampai terbakar.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Feb 2017, 08:34 WIB
Ketiga pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta menyanyikan lagu Indonesia Raya saat Rapat Pleno Pengundian Nomor Urut pasangan Cagub dan Cawagub DKI Jakarta, Selasa, (25/10). (Liputan6/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nyaris setiap hari, selama tiga bulan lebih, tiga pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta bergerak menyusuri kampung demi kampung Ibu Kota. Wilayah yang selama ini boleh jadi tidak pernah atau belum mereka sentuh secara mendalam.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (12/2/2017), model kampanye blusukan yang dipopulerkan Joko Widodo atau Jokowi pada 2012 ini diyakini lebih efektif ketimbang kampanye model gelar panggung.

Itulah sebabnya, Agus Harimurti Yudhoyono - Sylviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan - Sandiaga Salahudin Uno menggunakan resep ini untuk mencuri simpati dan mendulang suara pemilih. Menyambangi warga seraya mengumbar janji manis adalah ramuan mujarab yang tak boleh dilupakan.

Bersikap atraktif seperti melompat ke kerumunan warga dan berjoget bersama atau menerima ajakan berfoto perlu juga dilakukan. Singkat kata, selama periode kampanye, rakyat Jakarta adalah raja yang harus diperlakukan istimewa.

Tentu menarik mencermati pilihan warga Ibu Kota yang kini terbelah ke dalam tiga kubu. Bagaimanakah sikap mereka andai jagoan yang mereka usung menjadi pemenang atau justru tersungkur kalah?

Kata 'bijak' adalah hal penting, khususnya untuk menyikapi kekalahan. Suhu politik Jakarta yang panasnya mudah merambat sampai ke tingkat nasional perlu dijaga agar tak sampai terbakar.

Segala kegaduhan yang telah terjadi dalam periode kampanye sudah selayaknya disimpan rapat dalam peti kemas. Sebab, tahapan pilkada kini sudah tiba di pintu gerbang pemilihan.

Bagaimana pun, keinginan dan harapan warga Ibu Kota sederhana saja: pilkada berjalan damai dan mereka bisa bekerja dengan tenang untuk menghidupi keluarga.

Tiga hari ke depan adalah hari besar bagi warga Ibu Kota. Setiap pasangan tentu memiliki sisi baik dan kekurangan.

Masuk ke dalam tempat pemungutan suara tanpa perlu menjadi golongan putih yang menyia-nyiakan hak pilih jelas tiada guna. Sebab, jauh lebih baik memilih ketimbang diam lalu mengeluh setelah pesta akbar demokrasi Jakarta usai.

Simak ulasan selengkapnya dalam rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (12/2/2016), berikut ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya