Liputan6.com, Jakarta Anda pasti ingat adegan terakhir pada film 3 Idiots di mana Kareena Kapoor dengan berbalut sari pengantin mengendarai sebuah scooter berwarna kuning. Sementara Amir Khan berdiri terpaku campuran antara heran dan terkejut memandang sosok Kareena Kapor dari kejauhan.
Mereka kemudian berciuman di bawah birunya langit India yang berpadu dengan air danau yang berkilauan. Latar belakang adegan tersebut adalah paduan sempurna antara pasir putih, danau, deretan pegunungan, dan langit biru bersih
Advertisement
Sejak dirilis pada 2009, film 3 Idiots telah berhasil menarik minat para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, untuk berkunjung ke Ladakh, yaitu wilayah India yang terletak di bagian timur pemerintahan Jammu dan Kashmir. Ladakh merupakan salah satu daerah tempat tinggal tertinggi di muka bumi. Banyak orang menyebut Ladakh sebagai negeri tempat bertemunya bumi dan langit.
Sebelum tempat tersebut booming karena film yang mengangkat kisah tiga mahasiswa India dalam mencapai mimpi dan hasratnya tersebut, terhitung 400.000 wisatawan mengunjungi Ladakh setiap tahunnya. Namun jumlah tersebut melonjak sampai empat kali lipat setelah 3 Idiots populer. Turis-turis yang menyambangi Ladakh semakin meningkat dan mengubah wajah Ladakh. Demikian menurut pandangan Ariel Sophia Bardi seperti dilansir dari buzzfeed.com (Selasa, 14/2/2017).
Para wisatawan berbondong-bondong ke Ladakh untuk selfie dengan memakai sari dan mengendarai scooter seperti layaknya kareena Kapoor di film. Di dekat lokasi latar film tersebut diambil, banyak bermunculan kafe-kafe yang melayani pengunjung. Jumlah wisatawan yang melonjak sedemikian besarnya hingga membuat kecantikan Ladakh berkurang. Botol-botol plastik bekas wisatawan banyak mengapung di danau, demikian juga banyak ditemukan sampah-sampah berserakan yang ditinggalkan pengunjung.
“Kami biasanya minum langsung dari sumur. Namun sekarang air sumur juga telah tercemar,” ujar Yangchan Dolma, 64 tahun, Wakil Presiden Women’s Alliance, sebuah LSM yang fokus terhadap isu pembatasan kantong plastik. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terganggunya ekosistem setempat.
Ramainya para wisatawan ternyata menganggu satwa-satwa liar yang selama ini menjadikan Ladakh sebagai habitat mereka. Banyak turis melemparkan keripik atau makanan mereka untuk marmut dan burung camar berkepala cokelat, padahal itu bukan makanan asli hewan-hewan tersebut.
Banyak hewan juga yang terusir karena kedatangan manusia yang berbondong-bondong ke wilayah tersebut. "Orang-orang tidak menyadari kerapuhan ekosistem," kata Dr Tsewang Namgail, Direktur Snow Leopard Conservancy-India Trust. “Mereka datang dan mengendarai mobil ke mana saja, sehingga menakuti satwa-satwa liar.”
Penduduk di Ladakh secara rutin melakukan bersih-bersih sampah-sampah di daerah mereka sekali setahun. Namun dengan membengkaknya volume sampah di Ladakh, sekarang aktivitas setahun sekali tersebut tidak cukup.
Satu dekade lalu, truk pengangkut sampah datang delapan kali sehari untuk membawa sampah. Namun sekarang dengan menggunungnya limbah yang ditinggalkan para wisatawan, truk mendatangi Ladakh 20 kali setiap hari. Dulu Ladakh merupakan area zero waste yang merupakan daerah dengan tingkat limbah sangat rendah. Salju yang mencair membawa air bersih dan dapat langsung diminum. Namun sekarang hal tersebut tinggal kenangan.
Kejadian yang menimpa Ladakh semestinya membuat kita berkaca. Bentangan alam Indonesia tidak kalah indah dengan India. Sudah semestinya kita menjaganya agar tidak bernasib sama seperti Ladakh.
Ana Fauziyah