Liputan6.com, Jakarta Metode sensus Big Data Mobile Positioning Data (MPD) yang diterapkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung jumlah wisatawan mancanegara (wisman) di wilayah perbatasan dinilai tepat.
Dengan demikian sebanyak 19 kabupaten 46 kecamatan yang tidak ter-cover oleh Tepat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di wilayah terdepan Indonesia itu bisa tercatat dengan baik.
Pakar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali mengatakan, langkah yang dilakukan BPS patut mendapatkan apresiasi. Dengan metode tersebut badan ini menjadi semakin modern, semakin familiar dengan teknologi informasi, yang sudah semakin kuat mempengaruhi dunia.
Baca Juga
Advertisement
”Ini sudah menjadi keharusan. Mengubah dari cara konvensional dengan menggunakan digital dan teknologi. Mengganti kertas dengan dunia digital. Kertas itu bisa salah mencatat, bisa salah lihat, tidak real time, sangat terbatas jangkauan indra manusia. Juga bisa mahal, karena wilayan Indonesia yang terbentang luas. Sementara dengan Big Data, sudah terbantu oleh mesin, jauh lebih akurat, real time up date, serta efektif efisien,” ujar dia di Jakarta, Senin (13/2/2017).
Menurut dia, data resmi BPS tersebut bukan hanya bermanfaat besar untuk Kementerian Pariwisata (Kemenpar), yang harus cepat memperoleh informasi angka-angka untuk pengambilan keputusan, evaluasi kegiatan, dan membuat analisa pasar. Tetapi juga sangat penting bagi industri yang bergerak di sektor pariwisata, yang membutuhkan data dan fakta yang akurat dan real time.
Big Data MPD juga membuat dunia pariwisata serba pasti dan pelaku pariwisata bisa tahu jumlah wisatawan yang datang dan pergi. Hal ini akan menambah keyakinan para industri yang mampu menciptakan strategi-strategi jitu dalam mendatangkan dan melayani wisatawan agar nyaman datang ke Tanah Air.
”Ini adalah sebuah market yang konkret, tidak akan salah tafsir dan salah baca. Contohnya sebuah Hotel bingung kenapa hotelnya sepi padahal wisatawan yang datang ke daerahnya sangat banyak. Itu karena traveller atau wisman datang melalui digital, saat ini yang datang ke negara kita adalah generasi milineal, dia cari low cost, dia cari homestay dengan low cost, dia cari cara dengan low cost, dia datang dengan cara smart, cara digital, ya berarti kita harus kawal mereka dengan cara digital juga," jelas dia.
Selain itu, Rhenald juga menyinggung sepak terjang Angkasa Pura II yang saat ini sudah menggunakan digital sebagai marwah perusahaan. Menurut dia, saat ini sektor pariwisata berkaitan erat dengan dunia digital di mana wisatawan dan industrinya sudah melek digital.
Semua komponen tersebut pada ujungnya menciptakan sesuatu yang sangat positif bagi perkembangan dunia bisnis dan pariwistaa di Indonesia.
”Jadi lahirlah smart airport, lahirlah smart data tourism, muncul smart data di seluruh lini. Jadi BPS juga melahirkan smart data dalam melaksanakan sensus,” tandas dia.(Dny/Nrm)