Liputan6.com, Jakarta - Mereka yang akan berkunjung ke Amerika Serikat mungkin bakal diminta kata sandi media sosial miliknya. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya memperketat pemeriksaan keamanan.
Sebagaimana Tekno Liputan6.com kutip dari CNET, Senin (13/2/2017), Sekretaris Pertahanan Nasional John Kelly kepada The House Homeland Security Commitee pada Selasa (7/2/2017) waktu setempat mengatakan, "Kami ingin masuk ke media sosial mereka (para pengunjung AS), lengkap dengan kata sandinya untuk mengetahui apa yang mereka lakukan dan katakan."
"Jika mereka tak mau bekerja sama, mereka tak boleh masuk (ke AS)," kata Kelly sebagaimana dilaporkan NBC News.
Baca Juga
Advertisement
Adapun media sosial yang dimaksud antara lain Twitter, Facebook, dan sejumlah media sosial lainnya. Dikatakan, dari laman media sosial tersebut, hal-hal mendetail tentang seseorang bisa diketahui. Layaknya Presiden Donald Trump yang tergambar melalui cuitannya di Twitter.
Dengan memiliki kata sandi media sosial seseorang, pihak berwenang AS bisa melihat apa yang diunggah oleh orang itu di laman profil. Mereka juga bisa mengetahui kontak, unggahan, serta pesan pribadi orang itu. Kelly mengungkapkan hal itu di hadapan Kongres sebagai opsi lain untuk mengatasi larangan imigrasi yang ditandatangani Trump.
Dengan demikian, kemungkinan, mereka yang dimintai kata sandi media sosial adalah orang yang berasal dari tujuh negara berpenduduk mayoritas muslim yang dilarang masuk ke AS yaitu Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.
Kelly mengatakan, permintaan kata sandi merupakan ide Departemen Pertahanan Nasional Amerika Serikat yang sedang dipertimbangkan. Tak hanya kata sandi, ia juga meminta catatan keuangan calon pengunjung AS.
Kemungkinan, para agen di perbatasan telah memeriksa profil Facebook. Bulan lalu, salah satu pengacara imigrasi mengatakan kepada The Independent, agen patroli di perbatasan telah melakukan pemeriksaan akun Facebook bagi orang-orang yang tertahan di perbatasan. Sebelumnya, kebijakan larangan imigran ini juga memicu penolakan keras dari sejumlah perusahaan teknologi.
(Tin/Why)