Liputan6.com, Lima - Pemerintah Peru meminta Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendeportasi mantan Presiden Alejandro Toledo yang buron ke Negeri Paman Sam akibat kasus korupsi.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Presiden Peru Pablo Kuczynski. Permintaan tersebut disampaikan Pablo saat menelpon Trump.
Pihak Gedung Putih membenarkan adanya komunikasi tersebut. Namun, menolak pernyataan bahwa Pablo meminta Trump segera mengekstradisi Toledo.
Menurut Gedung Putih, perbincangan kedua pemimpin ini difokuskan pada masalah penguatan ekonomi dan situasi HAM di Venezuela.
Dilansir Belfast Telegraph, pada Senin (13/2/2017) Toledo diyakini berada di San Fransisco. Di tempat tersebut ia melanjutkan studi serta melakukan penelitian di Universitas Stanford.
Dalam sebuah laporan terbaru mengatakan, Toledo pada akhir pekan ini akan mengunjungi Isreal. Negara tersebut merupakan asal dari sang istri.
Baca Juga
Advertisement
Meski demikian, kabar tersebut ditampik Kemlu Israel. Mereka sama sekali tidak mendengar bahwa buronan Peru ini akan menyambangi negara itu.
Beberapa hari lalu, hakim di Peru memerintahkan penangkapan Toledu atas dugaan menerima suap US$ 20 juta atau setara dengan Rp 266 miliar.
Toledo yang memerintah tahun 2001-2006 dituduh menerima gratifikasi dari perusahaan konstruksi Brasil, Odebrecht. Uang tersebut merupakan imbalan karena telah memenangkan firma konstruksi tersebut untuk mendapat kontrak kerja sama.
Dalam sebuah wawancara belum lama ini, Toledo membantah tuduhan yang diarahkan kepadanya.
"Biarkan perusahaan itu mengatakan kapan, bagaimana, di mana dan ke bank mana dia mengirimkan saya uang US$ 20 juta. Saya tidak akan mengakui hal itu!," tegas Toledo.
Sementara itu, Hakim Richard Concepcion memutuskan bahwa Toledo harus segera menyerahkan diri. Ia menolak permintaan jaminan dari pengacara mantan presiden itu.
Odebrecht merupakan pusat skandal korupsi multi-nasional. Tak hanya di Peru, namun Odebrecht juga terlibat dalam kasus serupa di seluruh Amerika Latin.
Perusahaan itu disebut telah menggelontorkan dana sebesar US$ 800 juta untuk menyuap sejumlah pemerintahan di Amerika Latin. Di Peru, Odebrecht mengeluarkan uang senilai US$ 29 juta untuk mengamankan kontrak antara tahun 2005 dan 2014.
Periode tersebut termasuk era pemerintahan penerus Todelo, yakni Alan Garcia dan Ollanta Humala. Namun keduanya membantah terlibat dalam kasus itu.
Media Peru melaporkan bahwa mantan direktur eksekutif Odebrecht di Peru, Jorge Barata menuduh Toledo menerima suap sebesar US$ 20 juta sebagai imbalan pemberian kontrak atas pembangunan ruas jalan raya yang menghubungkan Peru dan Brasil.