Liputan6.com, Jakarta - Tingkat literasi masyarakat yang belum begitu baik, dinilai menjadi salah satu penyebab peredaran hoax meluas. Kerja sama berbagai pihak mulai dari pemerintah hingga komunitas, untuk menyediakan sumber informasi yang valid, diharapkan bisa membantu meningkatkan literasi masyarakat.
Dijelaskan Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel), Kristiono, meski berdasarkan hasil survei tentang wabah hoax nasional Mastel sebanyak 83,2 persen responden langsung memeriksa kebenaran berita, masih terlalu dini untuk menyimpulkan tingkat literasi masyarakat sudah baik, mengingat cakupan responden belum begitu luas. Kendati demikian, ia mengakui penerima hoax kini cukup kritis karena telah membiasakan diri memeriksa kebenaran beritanya walaupun sebagian masih kesulitan mencari referensi.
Menurut Kristiono, untuk mengurangi risiko penyebaran hoax dibutuhkan peningkatan literasi masyarakat melalui peran aktif pemerintah, pemuka masyarakat dan komunitas, untuk menyediakan akses yang mudah terhadap sumber informasi valid atas setiap isu hoax. Selain itu perlu juga edukasi sistematis dan berkesinambungan, serta tindakan hukum efektif bagi penyebarnya.
Baca Juga
Advertisement
Dengan demikian, masyarakat akan memiliki kemampuan untuk memahami dan menganalisis setiap informasi yang diterima dengan baik.
"Hoax didesain sebagai alat memengaruhi publik dan menjadi marak karena faktor stimulan terbesar yaitu sosial-politik dan SARA," tutur Kristiono saat ditemui di kawasan Jakarta, Senin (13/2/2017).
Karena itu, Kristiono menilai faktor stimulan yang didominasi kedua isu tersebut harus dihilangkan dan akses ke sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi (sumber berita) dipermudah.
"Dengan begitu, kelompok haters akan kehilangan habitatnya dan kesulitan menemukan momentum yang membuat hoax semakin marak dan berdampak," ungkap Krstiono.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, juga menilai literasi sebagai salah satu kunci meredam hoax. Ia mengungkapkan strategi baru yang akan digunakan untuk memberantas hoax adalah mendorong literasi, serta edukasi dan sosialisasi untuk masyarakat.
Sosialisasi dan edukasi yang diberikan, diharapkan dapat membantu masyarakat mengenali dan memahami konten yang disampaikan media atau platform lainnya. Dengan demikian, masyarakat bisa menentukan apakah sebuah informasi termasuk hoax dan bukan.
Karena itu, strategi ini dinilai lebih efektif memberantas hoax daripada pemblokiran. "Strategi ini lebih fokus ke hulu, bagaimana konten yang diterima masyarakat itu yang benar. Ibaratnya bagaimana caranya membuat orang sehat yaitu dengan memberikan makanan bergizi. Begitu pula dengan strategi ini," tutur Rudiantara beberapa waktu lalu.
(Din/Why)