Freeport Tolak Bayar Pajak Berubah-ubah, Ini Komentar Sri Mulyani

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, sebuah kontak kerja sama dapat memberikan kepastian usaha dan menjaga kepentingan negara.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Feb 2017, 20:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia. Akan tetapi, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu menolak untuk ikut ketentuan pajak yang ditetapkan pemerintah Indonesia, yakni dapat berubah atau prevailing.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, kontrak dengan Freeport menyangkut banyak hal, bukan saja dari sisi pajak. Anak usaha dari Freeport McMoran itu harus konsisten dengan peraturan yang tertuang dalam IUPK karena sudah melepas status dari sebelumnya Kontrak Karya (KK).

"Di dalam Undang-Undang (UU) Minerba, sudah diamanatkan apapun bentuk kerja sama antara pemerintah dan para pengusaha, penerimaan negara harus dijamin lebih baik, membela kepentingan RI, seperti pajak, royalti, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kewajiban divestasi, bangun smelter," tegas dia di kantornya, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Namun demikian, Sri Mulyani bilang, pemerintah juga berkewajiban memberikan kepastian kepada para pengusaha sehingga mereka dapat merencanakan bisnis dengan tepat. Tanggungjawab terhadap para stakeholders pun harus diperhatikan.

"Ini yang sekarang sedang dilakukan pemerintah di Kementerian ESDM, dan kami di Kemenkeu menghitung kewajiban serta membandingkan jumlah penerimaan negara yang didapat dari status Freeport KK dengan IUPK," dia menerangkan.

Intinya, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, sebuah kontrak kerja sama, sebagai contoh IUPK harus memberikan kepastian usaha dan menjaga kepentingan negara ini dengan baik.

"Jadi kepastian bagi Republik ini mendapatkan haknya lebih baik, tapi kepastian juga buat mereka supaya merencanakan investasi dalam jangka panjang dan signifikan jumlahnya baik di hulu pertambangan maupun hilirnya," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara mengaku, pemerintah akan mendiskusikan permintaan Freeport Indonesia tersebut. Karena saat ini, pemegang IUPK harus membayar penerimaan negara sesuai UU Minerba.

"Ketentuannya pemegang izin harus mengikuti peraturan perundang-undangan dalam hal penerimaan negara. Nanti kita diskusikan," ujar dia.

Sebelumnya, meski sudah berstatus IUPK, Freeport meminta kewajiban membayar pajak bersifat naildown atau tetap sampai kontrak berakhir sesuai dengan isi KK sebelumnya. Apabila mengikuti aturan yang ada, Freeport harus mengikuti aturan pajak yang berlaku. Jadi, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat berubah-ubah sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya