Polemik Jabatan Gubernur Ahok

Kehadiran Ahok kembali ke Balai Kota mengundang polemik. Hal ini menyusul statusnya sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.

oleh Muhammad AliDevira PrastiwiAhmad Romadoni Delvira Hutabarat diperbarui 14 Feb 2017, 00:05 WIB
Gubernur DKI Jakarta Ahok

Liputan6.com, Jakarta - Suasana Pendopo Balai Kota Jakarta, pagi itu kembali riuh. Ada puluhan warga berkumpul untuk mengadu beragam persoalan Jakarta kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang telah aktif kembali sebagai pemimpin Ibu Kota.

Warga yang datang mayoritas ibu-ibu itu membawa map berisi pengaduan. Mereka berbaris dan menyiapkan ponsel untuk berswafoto dengan Ahok.

Warga Pejaten, Yuanita mengaku telah berada di Balai Kota sejak pukul 06.00 WIB. "Saya tunggu bener ini Pak Ahok balik (Balai Kota)," ujarnya bersemangat, Senin (13/2/2107).

Akhirnya, orang yang ditunggunya pun tiba. Sekitar pukul pukul 07.00 WIB, Ahok yang mengenakan pakaian dinas berkelir cokelat melangkahkan kakinya di Balai Kota. Tak pelak, kehadiran mantan bupati Belitung Timur itu langsung disambut hangat warga.

"Pak Ahok selamat datang kembali," kata warga kompak memberikan ucapan selamat.

Usai itu, warga langsung berebut mendekati Ahok untuk berswafoto. Dia terlihat semringah meladeni foto dengan warga. Ahok mengaku sengaja menyempatkan diri ke Balai Kota untuk bertemu warga dan menerima pengaduannya sebelum menjalani sidang ke-10 terkait kasus dugaan penistaan agama di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

Lantaran Ahok harus hadir di persidangan, tugas itu kemudian dipegang oleh wakilnya, Djarot Saiful Hidayat. Ada sejumlah agenda yang harus dilaksanakan.

"Pertama membuka diklat, menerima laporan penyelenggaraan pemerintahan di Jakarta Pusat, Selatan, dan Timur," kata Djarot di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2107).

Djarot menambahkan, saat ini pemerintah DKI Jakarta akan memprioritaskan beberapa komponen seperti subsidi makanan bagi penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP).

"Misalnya, untuk beli susu kacang hijau, beli sepatu, beli seragam sekolah. Makanya akan dimasukkan komponen seperti itu," kata dia.

Selain itu, Ahok dan Djarot juga akan fokus pada pembangunan koridor satu Light Rail Transit (LRT) untuk penyambutan Asian Games 2018.

"Ada pula ingin menjadikan beberapa pasar menjadi tempat perkulakan. Hingga akan mengintegrasikan perumahan atau rusun dengan fasilitas umum," ucap Ahok.

Djarot mengaku tidak terlalu mempermasalahkan perombakan kebijakan yang dilakukan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono selama Ahok dan Djarot cuti kampanye.


Polemik Jabatan Gubernur Ahok

Menteri dalam Negeri Tjahjo Kumolo (tengah) jelang Rapat dengan Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/2). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kehadiran Ahok kembali di Balai Kota mengundang polemik. Hal ini menyusul status Ahok sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama, yang persidangannya masih berlangsung.

Ahok kembali menjabat sebagai gubernur DKI setelah cuti kampanye selama 3,5 bulan. Jabatan itu ia pegang setelah Plt Gubernur DKI Sumarsono menyerahkannya pada Sabtu 11 Februari 2017.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan, Ahok akan tetap menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tugas itu akan terus diberikan hingga ada ketetapan hukum tetap (inkrach) dari pengadilan.

"Keputusan yang kami ambil terhadap pejabat pusat dan daerah yang bermasalah hukum apa pun, asas praduga tidak bersalah harus dikedepankan, kecuali OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan status terdakwa ditahan," kata Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, melalui pesan singkat, Jumat 10 Februari 2017.

Selain itu, ia juga menunggu tuntutan JPU terhadap Ahok dalam sidang kasus dugaan penistaan agama. Dalam dakwaannya, Ahok disangkakan Pasal 156 atau 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 156 mengatur pidana penjara paling lama empat tahun, sedangkan masa pidana penjara dalam Pasal 156 a maksimal adalah lima tahun.

"Saya menunggu tuntutan jaksa yang resmi. Jaksa menuntut kan tidak alternatif a atau b, sudah pasti satu," kata Tjahjo di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Untuk itu, pihaknya harus bersikap adil terhadap semua pejabat yang tengah berperkara. Perlakuan itu tetap diberikan kepada mereka yang tidak ditahan.

"Ya saya harus adil sebagaimana teman-teman pejabat yang lain yang kasusnya di bawah 5 tahun, sepanjang dia tidak ditahan dia tetap menjabat," kata Tjahjo.


Undang Hak Angket DPR

Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Rabu (4/11/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Keputusan Kemendagri yang tak menonaktifkan sementara Ahok dari Gubernur DKI mengundang Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kebijakan itu dianggap melanggar Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Dalam undang-undang disebutkan, "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Ketua ACTA Kris Ibnu menyatakan, gugatan yang dilayangkannya sudah terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor registrasi 36/G/2017/PTUN tertanggal 13 Februari 2017. Pihak tergugat yakni Presiden, gugatannya yaitu meminta pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI.

"Kami yakin menang," tegas Kris mantan saat ditemui di kantor Bareskrim Polri, gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2017).

Tak hanya digugat ke PTUN, polemik Ahok itu juga mengundang hak angket anggota dewan di Senayan. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon akan segera mengajak anggota dewan lain untuk mengajukan hal yang sama.

"Kami Fraksi Gerindra, mungkin nanti ada sejumlah kawan-kawan dari beberapa fraksi lain sedang menginisiasi pansus angket. Fraksi Gerindra akan mengajukan satu pansus, Ahok Gate," ucap Fadli, di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (13/2/2017).

"Kita ingin menguji sebuah pelanggaran yang dilakukan pemerintah dalam hal ini, yang tidak memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur," imbuh Fadli.

Ajakan itu disambut Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PAN. Hak angket dinilai sebagai cara paling tepat dan konstitusional DPR dalam mempertanyakan kebijakan tersebut.

"Fraksi PKS bersama Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PAN resmi menggulirkan Hak Angket Dewan ini agar Pemerintah bisa menjelaskan kepada publik tentang landasan hukum pengangkatan kembali Saudara Ahok, sehingga jelas dan tidak ada kesimpangsiuran," ujar Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini.

Selanjutnya, lanjut dia, inisiator Hak Angket akan menggalang dukungan anggota DPR lintas Fraksi agar dapat segera diproses secara kelembagaan DPR.

Presiden Jokowi menyadari adanya multitafsir dalam memahami undang-undang tersebut. Untuk itu, Istana meminta Mendagri Tjahjo untuk meminta pandangan resmi dari Mahkamah Agung (MA).

"Kalau sudah ada pandangan resmi dari MA, maka laksanakan apa yang menjadi pandangan resmi itu," kata Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menirukan ucapan Jokowi usai bertemu di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Haedar menilai langkah sang presiden itu sangat tepat. Hal ini untuk menyudahi polemik yang ada di tengah masyarakat.

"Saya pikir itu langkah yang cukup elegan ya di tengah banyak tafsir tentang (Ahok) aktif dan nonaktif ini, maka langkah terbaik adalah meminta fatwa MA. Fatwa MA ya bukan MUI," ucap Haedar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya