Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengajuan justice collaborator atau JC (keinginan bekerja sama dari saksi pelaku) dari dua tersangka kasus dugaan penyuapan hakim konstitusi Patrialis Akbar terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
"KPK menerima pengajuan JC dari dua orang tersangka dalam indikasi suap hakim MK, yaitu dari KM (Kamaluddin Harahap) dan NGF (NG Fenny). Mereka sudah ajukan posisi sebagai JC," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Senin (13/2/2017) malam.
Advertisement
"Ini kami apresiasi, tentu kami pertimbangkan permintaan tersebut. Tapi bergantung beberapa hal, apakah tersangka buka info seluas-luasnya baik pekara yang ditangani saat ini atau perkara dengan ruang lingkup yang lebih luas. Ini sesuai imbauan KPK agar para tersangka ajukan JC," imbuh dia.
Febri pun menjelaskan, pengajuan JC bagi tersangka tindak pidana korupsi memiliki banyak keuntungan, seperti pemotongan masa penahanan.
"Pengajuan JC memang akan menguntungkan tersangka dalam beberapa tahap, baik persidangan sampai vonis dan pada pemotongan masa penahanan. Kita juga lihat kontribusi pada penegakan hukum," papar dia.
Namun, penyidik tidak selalu mengabulkan permohonan bagi tersangka yang mengajukan JC. KPK akan mempertimbangkan bagi pengajuan JC yang mengakui perbuatannya dalam pengungkapan perkara.
"Ada yang dikabulkan ada yang tidak, kami masih pertinbangkan. Salah satu indikator yang dipertimbangkan, seorang JC yang akui perbuatannya. Kita berharap tersangka yang ajukan JC serius untuk ungkap seluas-luasnya, sehingga kita tahu lebih jauh nantinya siapa saja yang terlibat," tegas Febri.
Tetapkan Empat Tersangka
Justice Collaborator adalah saksi pelaku tindak pidana yang bekerja sama dalam perkara tindak pidana tertentu. Saksi pelaku bisa ditetapkan sebagai JC apabila mau membantu mengungkap sebuah perkara.
Kamaludin dan NG Fenny merupakan dua tersangka dari kasus dugaan penyuapan hakim konstitusi terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi. Selain keduanya, KPK juga telah menetapkan Basuki Hariman dan hakim konstitusi Patrialis Akbar sebagai tersangka.
Patrialis disangka menerima suap dari Basuki Hariman dan NG Fenny (NGF). Basuki merupakan bos pemilik 20 perusahaan impor daging, sedangkan NGF adalah sekretarisnya.
Basuki menjanjikan Patrialis Akbar uang sebesar US$ 20 ribu dan SGD 200 ribu. Diduga uang tersebut merupakan penerimaan ketiga. Sebelumnya telah ada pemberian suap pertama dan kedua.
Patrialis dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 Huruf C atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2000 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Basuki dan NG Fenny dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.