Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia telah menghentikan proses pengolahan mineral mentah, menjadi konsentrat, karena belum mendapat izin ekspor. Selain itu, Freeport juga menurunkan jumlah produksi.
Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, penghentian kegiatan pengolahan dilakukan sejak Jumat (10/2/2017), karena stok sudah penuh akibat tidak bisa ekspor konsentrat. "Sejak Jumat lalu pabrik pengolahan sudah tidak produksi konsentrat," kata Riza, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (14/2/2017).
Menurut Riza, dalam waktu dekat perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut, akan memutuskan mengurangi produksi, karena pemerintah belum menerbitkan izin ekspor konsentrat. "Tertundanya ekspor konsentrat tembaga akan mengakibatkan Freeport Indonesia mengambil tindakan dalam waktu dekat untuk mengurangi produksi," ungkap Riza.
Baca Juga
Advertisement
Penurunan produksi akan disesuaikan dengan kapasitas fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) milik PT Smelting Gresik, yang selama ini memurnikan hasil tambang tembaga Freeport. Kapasitas smelter tersebut sebesar 1 juta ton atau hanya 40 persen dari produksi Freeport Indonesia.
"Agar sesuai kapasitas domestik yang tersedia di PT Smelting, yang memurnikan sekitar 40 persen dari produksi konsentrat PT Freeport Indonesia," tutup Riza.
Sebelumnya, Freeport Indonesia menyatakan belum menyepakati perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Ini karena ada syarat yang belum dikabulkan pemerintah.
Riza mengatakan, saat ini Freeport belum mengubah statusnya menjadi IUPK. PT Freeport Indonesia mengajukan syarat kepada pemerintah untuk mengubah status. "Belum (berubah status). Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, Freeport Indonesia akan mengubah KK menjadi IUPK dengan syarat," kata Riza.
Syarat yang diajukan ke Pemerintah Indonesia jika ingin Freeport Indonesia mengubah status IUPK adalah memenuhi perjanjian stabilitas investasi, kepastian fiskal dan hukum disamakan dengan status KK. "Perubahan IUPK disertai dengan suatu perjanjian stabilitas investasi dengan tingkat kepastian fiskal dan hukum yang sama dengan KK," ungkap Riza.
Riza menuturkan, persyaratan tersebut diajukan Freeport Indonesia karena ada rencana investasi jangka panjang yang membutuhkan kepastian keberlanjutan operasi. Oleh karena itu, Freeport Indonesia akan terus melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan.