Liputan6.com, Purwakarta - Tumpukan gerbong kereta langsung menyambut siapapun yang datang dan pergi melalui Stasiun Purwakarta. Warna-warni cerah berseling pekat terpancar dari kuburan kereta, meski terselip aura horor dari stasiun yang berlokasi di Jl. Kolonel Kornel Singawinata No 1, Nagritengah, Purwakarta.
Hingga sebelum dua tahun lalu, kuburan kereta tersebut bebas didatangi warga. Bahkan, ada warga yang sengaja menggunakan tumpukan gerbong hingga setinggi 7 meter sebagai latar belakang pre-wedding mereka.
Belakangan, PT KAI Daop 2 Bandung yang menjadi penanggung jawab kuburan kereta-kereta KRL ekonomi memberlakukan aturan ketat. Barangsiapa yang hendak mengambil gambar, syuting video, wawancara di area stasiun itu harus mengajukan izin kepada Humas Daop 2 Bandung.
Meski begitu, pengunjung stasiun yang sedang menunggu kedatangan kereta mereka bisa mengambil gambar indah kuburan kereta dari jauh. Tapi tak hanya tumpukan gerbong kereta yang sebagian sudah dirambati sulur tanaman, ada pula bangunan tua yang di sisinya terdapat dua pohon beringin di masing-masing ujung.
Bangunan tua itu merupakan dipo lokomotif Purwakarta yang sudah tidak digunakan kembali. Dahulu, lokomotif uap besar seperti DD 52, CC 50 dirawat di dipo lokomotif itu. Setelah era lokomotif uap berakhir pada dekade 1980an, berangsur-angsur dipo lokomotif di Purwakarta tidak digunakan lagi.
Dikutip dari laman www.staatsspoorwegen.tk, Stasiun Purwakarta berperan penting untuk mempersingkat waktu tempuh dari Batavia ke Priangan. Priangan yang saat itu merupakan pusat perkebunan dan pertanian awalnya harus melalui Bogor untuk bisa mengirimkan komoditasnya ke Batavia yang merupakan gerbang pelabuhan ekspor.
Padahal, jalur Batavia-Bogor dimiliki perusahaan swasta NederIandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Dengan rute dibeli pemerintah, biaya angkut antara Batavia dan Priangan bisa semakin murah.
Baca Juga
Advertisement
Pembangunan Stasiun Purwakarta dimulai pada 1901 bersamaan dengan proyek lintas Jakarta-Cikampek-Padalarang-Bandung. Pada masa pembangunan jalur Cikampek menuju Bandung, Stasiun Purwakarta menjadi tempat penyimpanan alat-alat dan material berat (kran, rangka baja jembatan, batang rel) sebelum dikirim ke lokasi pembangunan.
Setelah pembangunan selesai, Stasiun Purwakarta menjadi lokasi tetap (pindahan dari Karawang) kantor Burgerlijke Openbare Werken (Kementerian Pekerjaan Umum) sebagai pusat administrasi pembangunan jalur kereta api. Stasiun Purwakarta resmi dibuka untuk umum pada 27 Desember 1902.
Arsitektur Stasiun Purwakarta tergolong sederhana. Fasadnya jamak ditemui pada bangunan stasiun lain yang dibangun pada periode 1880-1910. Umumnya ciri khas stasiun-stasiun seperti ini adalah masih ada sedikit pengaruh gaya Yunani Kuno (era 1880-1889), asimetris, semua sisi dalam satu kesatuan bentuk.
Pada elemen jendela, dinding, atap, pintu, dan lain-lain disusun menyatu dalam satu komposisi bangunan. Stasiun Purwakarta yang persegi panjang menyerupai Stasiun Tanjung Priok Lama (lokasinya di dermaga), yaitu sedikit memiliki ornamen.
Kalaupun ada, hanya berupa tambahan susunan kayu pada pinggir atap dan kanopi sebagai campuran unsur lokal. Semua itu masih terjaga selain ada penambahan fungsi sebagai kuburan kereta.