Liputan6.com, New York - Etan Patz kali terakhir terlihat pada Jumat 25 Mei 1979. Pagi itu, bocah 6 tahun itu tak diantar menuju ke halte bus sekolah yang jauhnya dua blok dari tempat tinggalnya.
Ia pergi mengenakan pakaian serba biru: jaket, sepatu, topi dari Eastern Airlines, dan tas kain dengan pola gajah sirkus berwarna putih. Ia juga membawa mobil-mobilan Matchbox koleksinya.
Advertisement
Jam demi jam berlalu, sekitar pukul 15.30 Etan belum juga pulang dari sekolah. Sang ibu, Julie lantas menelepon rumah Chelsea Christina Altman, teman dekat putranya yang rumahnya di seberang jalan.
Gadis cilik itu mengaku sudah menyediakan tempat duduk untuk sahabatnya itu, namun Etan tak muncul di bus. Ia juga tak datang ke sekolah.
Tak seperti anak hilang lain yang jarang mendapat perhatian publik, kasus Etan menjadi isu nasional. Ramai dikabarkan media. Salah satunya berkat upaya sang ayah, Stanley Patz, seorang fotografer yang menggunakan koleksi foto hasil jepretannya untuk mencari putranya.
Etan yang tak diketahui keberadaannya dinyatakan meninggal dunia pada 2001. Jasadnya --hidup atau mati-- tak pernah ditemukan.
Baru-baru ini, kasusnya kembali mengemuka. Juri di Pengadilan New York menyatakan, terdakwa Pedro Hernandez bersalah atas kejadian yang menimpa Etan Patz.
Pria tersebut diduga merupakan otak penghilangan nyawa dan penculikan bocah tersebut.
Kasus pembunuhan Patz terus menjadi 'misteri abadi' Kota New York selama 38 tahun.
Hernandez saat ini telah berusia 56 tahun. Ia dinyatakan bersalah setelah sembilan orang juri mencapai kata sepakat usai berdiskusi setelah melalui dua persidangan.
Hernandez diketahui bekerja di toko Clerk yang dekat dengan rumah Etan. Dalam persidangan pria tersebut akhirnya mengaku mengajak Etan ke ruang bawah tanah di rumahnya lalu mencekiknya.
Saat kejadian, Hernandez mengaku berada di bawah pengaruh alkohol.
Kendati Hernandez sudah mengaku, tim pembela hukumnya mengatakan tidak mempercayai pengakuan sang klien. Pasalnya, Hernandez mengalami masalah mental dan kesulitan intelektual.
Oleh sebab itu, dalih mereka. terkadang Hernandez tidak bisa membedakan antara khayalan atau fantasi dalam pikirannya atau realitas yang terjadi dalam hidupnya.
"Sangat dicurigai penyelidik Kepolisian memberikan pengaruhnya dan memanfaatkan rendahnya IQ (Pablo Hernandez)," ujar tim pembela hukum seperti dikutip dari BBC, Rabu (15/2/2017).
Di samping itu, tim pembela hukum Hernandez menyebut, indikasi kliennya menderita gangguan mental kuat terlihat kala polisi sedang melakukan pemeriksaan. Mereka mengatakan, ada di satu hari pemeriksaan berlangsung dengan waktu begitu panjang, akibatnya Hernandez sampai stres dan berlaku seperti bayi menangis meringkuk di lantai dan meminta pulang.
Tim pembela hukum semakin yakin Hernandez tak bersalah, karena di persidangan sama sekali tidak ada bukti yang memberatkan Hernandez. Jejak mau pun jasad Etan pun tak pernah ditemukan hingga saat ini.
Meski demikian, Jaksa Distrik Manhataan, Cyrus Vance mengatakan, pengakuan pelaku sudah cukup membuat misteri ini terpecahkan. Hal itu pun melegakan seluruh AS.
"Hilangnya Etan Patz menghantui keluarganya di New York dan seluruh negara selama kurang lebih empat dekade," ucap Vance.
"Dari semua juri telah menghapus semua keraguan mereka menyatakan Pedro Hernandez sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan anak yang hilang itu," sebut dia.
Etan hilang saat berjalan ke halte bus di hari pertamanya sekolah di wilayah Lower Manhattan pada 25 Mei 1979 lalu.
Presiden AS Ronald Reagen pada 1983 bahkan mendeklarasikan 25 Mei tiap tahunnya sebagai hari anak hilang di AS.
Kasus Etan mengubah cara dan pendekatan perawatan serta penjagaan anak di New York dan AS.
Sebab, ketika kasus ini berlangsung seluruh negara mencari Etan. Bahkan, ia menjadi anak pertama di AS yang pengumuman pencariannya dipasang di kemasan susu seluruh negara.
Orang tua Etan pun menyerukan agar seluruh negara memakai penanda jari di kelas-kelas. Hal ini untuk mengetahui apakah sang anak sudah berada di sekolah atau belum.