Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka soal Orangutan datang dari Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng). Seekor Orangutan dibunuh dan dagingnya dibagikan untuk dikonsumsi atau dimasak.
Beberapa bulan terakhir setidaknya ada enam kisah tragis Orangutan yang disebabkan ulah manusia. Ada Orangutan yang diperdagangkan oleh sekelompok orang. Setelah dijual, Orangutan menjadi hewan peliharan si pembeli.
Baca Juga
Advertisement
Tentunya, ketika menjadi hewan peliharaan, Orangutan tak bisa lagi sebebas ketika masih tinggal di 'rumahnya' sendiri.
Kekejian lain manusia terhadap Orangutan bikin geleng-geleng kepala. Usai membunuh, manusia itu kemudian menguliti Orangutan yang jadi korbannya itu. Dagingnya lalu dimasak dan dikonsumsi oleh sejumlah orang.
Berikut ini kisah-kisah tragis orangutan.
Kaki Si Cantik Membusuk
Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia menerima satu bayi Orangutan dari warga di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Orangutan berjenis kelamin betina itu berusia sekitar tiga tahun saat ditemukan.
Ia ditemukan oleh warga Sungai Awan Kiri, Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, saat sedang memancing bersama adiknya di daerah Parit Timur, Desa Sukamaju, Kabupaten Ketapang, tidak jauh dari lokasi Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan Yayasan IAR Indonesia.
"Saya menemukan dia di tanah dengan kondisi tertimpa kayu dan kakinya bengkak," ujar Doni, warga tersebut di kantor Yayasan IAR Indonesia di Sungai Awan Kiri, Kabupaten Ketapang, Kamis, 8 September 2016.
Menurut Doni, Orangutan itu ditemukan terlunta-lunta di lokasi bekas hutan terbakar. Ia menyerahkan Orangutan ini karena mengetahui Orangutan merupakan satwa yang dilindungi.
Kondisi Orangutan yang dinamai Cantik itu cukup memprihatinkan. Tubuhnya kurus kering dan luka di kakinya mulai membusuk. Si Cantik langsung diterima Manager Animal Care Yayasan IAR Indonesia, Ayu Budi Handayani.
"Beratnya cuma 3,7 kilogram. Sangat kurang untuk ukuran Orangutan dengan usia 3 tahun," ujar Ayu.
Usai diserahkan, si Cantik sempat dirawat intensif dan dimonitor selama 24 jam oleh tim medis Yayasan IAR Indonesia.
Advertisement
Bayi Orangutan Tersesat di Kebun Sawit
Bonika, demikian bayi Orangutan (Pongo pygmaeus) dinamai pemeliharanya. Satwa endemik Kalimantan yang nyaris punah itu berasal dari penyerahan warga bernama Hendrikus Hen.
Pemelihara tinggal di Dusun Air Terjun, RT 004 RW 003, Desa Pendamar Indah, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Kepada petugas, sang pemelihara ini mengakui satwa yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem ini terpisah dari induknya. Usia bayi Orangutan ini diperkirakan satu tahun.
Dia memelihara selama empat bulan Orangutan berjenis kelamin betina itu. Kondisi satwa tersebut saat ditemukan dalam keadaan sehat.
"Didapatkan terpisah dari induknya di pinggir jalan dalam perjalanan melewati perkebunan sawit di daerah Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara," ucap Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang BKSDA Kalbar Ruswanto, Jumat 11 November 2016.
Dia menjelaskan, penyerahan Orangutan kepada petugas Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamatan Tumbuh Satwa Liar-SKW I Ketapang ini atas kesadaran warga.
Untuk pemeriksaan kondisi satwa lebih lanjut, bayi Orangutan itu langsung dititip rawat untuk direhabilitasi di YIARI-Ketapang. "Hingga dapat kembali di habitat aslinya," ujar Ruswanto.
Ruswanto tidak menampik Orangutan ini menjadi peliharaan favorit. Untuk itulah, ia berharap bagi masyarakat yang memelihara segera diserahkan kepada petugas.
Ia pun mengklaim, penyerahan bayi Orangutan ini tanpa paksaan. Melainkan kesadaran warga untuk menyerahkan. Maka dari itu, dirinya mengapreasiasi penyerahan satwa yang dilindungi itu.
"Merupakan penyerahan secara sukarela dari masyarakat yang ke-18 kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2016 sampai hari ini," Ruswanto membeberkan.
Dengan adanya penyerahan satwa tersebut, Ruswanto menilai masyarakat semakin sadar dan mengetahui tentang ancaman kepunahaan satwa dilindungi tersebut. Apalagi. sosialisasi pada masyarakat juga sering dilakukan guna penyadaran.
"Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa di habitat alamnya. Serta pertimbangan animal welfare. Tercatat ada beberapa jenis satwa lain dilindungi yang juga diserahkan secara sukarela," ujar Ruswanto.
Hal itu sekaligus mencerminkan hasil upaya kegiatan konservasi, baik secara preventif-persuasif. "Patroli, sosialisasi, penyuluhan maupun represif (penegakan hukum) yang selama ini terus dilakukan," Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang BKSDA Kalbar memungkasi.
Orangutan Kelaparan karena Hutan Dibabat
Seekor Orangutan jantan dewasa berkeliaran ke permukiman penduduk Desa Sungai Ubar Mandiri, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng). Orangutan itu berkeliaran pada Selasa siang sekitar pukul 12.00 WIB.
Salah seorang warga Desa Sungai Ubar Mandiri, Jonaidy, mengatakan Orangutan tersebut diduga kelaparan karena habitat tempatnya tinggal telah habis beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Orangutan liar itu sempat masuk rumah warga memakan nasi, dan saat kita berikan makanan hewan tersebut mau mendekat," ujar dia, Selasa 15 November 2016, dilansir Antara.
Orangutan berukuran besar tersebut tidak takut kepada manusia. Bahkan bisa dikatakan satwa dilindungi itu agak jinak. Namun demikian, saat itu warga masih kesulitan untuk menangkapnya. Warga desa masih berusaha menangkap Orangutan yang diduga terpisah dari kelompoknya itu.
"Kami mencari cara menangkap yang aman agar Orangutan dewasa itu tidak terluka dan tidak melukai warga. Jika tertangkap, Orangutan itu akan kita serahkan ke pihak yang berwenang menangani satwa dilindungi undang-undang," kata dia.
Menurut Jonaidy, orangutan tersebut terlihat baru keluar dari perkebunan kelapa sawit. "Di sekitar kebun sudah tidak ada lagi hutan yang tersisa, yang ada sekarang hanya kebun karet milik warga," ucap dia.
Seiring habisnya hutan tersebut, Orangutan kehilangan tempat tinggal dan sumber makanan. "Bagaimana Orangutan itu tidak kelaparan, tempatnya mencari makanan sudah tidak ada lagi. Masuk ke areal kebun kelapa sawit juga sering diburu," kata Junaidy.
Advertisement
Bayi Orangutan Terpisah dari Induknya
Sepuluh bulan lalu, Bahriah merawat dan memelihara satu bayi Orangutan atau Pongo pygmaeus. Bahriah merupakan warga Desa Air Hitam Hilir, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Orangutan ini didapatkan terpisah dari induknya di Bagan.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang BKSDA Kalimantan Barat, Ruswanto menuturkan, kondisi bayi Orangutan yang diberi nama Boy dengan jenis kelamin jantan ini telah berkurang sifat liarnya, karena diperlakukan seperti anak manusia. Bayi Orangutan yang ketika itu sudah berumur satu tahun tersebut dalam keadaan sehat.
"Kemudian atas kesadarannya, menyerahkan Orangutan kepada petugas Tim Gugus Tugas Evakuasi dan Penyelamatan TSL-SKW I Ketapang," ucap Ruswanto, Sabtu 26 November 2016.
Ia menceritakan, untuk selanjutnya, sebagai upaya animal welfare, satwa ini langsung dititipkan untuk dirawat dan direhabilitasi di YIARI–Ketapang. Hal itu juga sebagai langkah awal bagi Orangutan itu untuk dapat kembali ke habitat aslinya, yakni alam liar.
Orangutan selama ini merupakan satwa favorit peliharaan. Namun begitu, ia mengapreasi adanya penyerahan Orangutan itu tanpa paksaan.
"Secara sukarela dari masyarakat. Ini (penyerahan) yang ke-19 kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat selama kurun waktu tahun 2016 sampai hari ini," kata Ruswanto.
Hal ini disebut sebagai indikasi meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian satwa di habitat alamnya. Selain itu, animal welfare mencatat ada beberapa jenis satwa lain dilindungi yang juga diserahkan secara sukarela kepada petugas.
"Sekaligus mencerminkan hasil dari upaya kegiatan konservasi, baik secara preventif-persuasif. Patroli, sosialisasi dan penyuluhan maupun represif penegakan hukum selama ini terus dilakukan," Ruswanto menjelaskan.
Johny dan Desi Diperdagangkan
Johny dan Desi sudah lama meninggalkan hutan. Kedua Orangutan itu kala itu direnggut dari 'rumahnya' alam liar dan dijadikan hewan peliharaan warga.
Nasib keduanya hampir mirip. Jika Johny yang ketika itu berusia delapan tahun diselamatkan di Pontianak pada September 2011, Desi yang kini berusia sekitar 10 tahun diselamatkan dari Pemangkat, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Ketapang, pada Maret 2012. Pemilik Desi kala itu membeli dari temannya seharga Rp 50 ribu pada 2010.
Johny dan Desi kemudian dipertemukan di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi IAR Indonesia. Bersama, mereka menjalani rehabilitasi di sekolah hutan dan belajar berbagai kemampuan bertahan hidup itu.
Setelah lebih dari lima tahun belajar, para 'guru' menganggap mereka siap untuk bertahan hidup di alam liar. Sebelum itu, mereka dipindahkan ke pulau pre-release untuk dimonitoring.
Mereka menuju Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) dengan menumpang mobil selama lebih dari 40 jam. Setelah itu, tim melanjutkan perjalanan dengan menggunakan perahu selama sekitar 1,5 jam dan dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Perjalanan ini ditempuh selama enam jam menembus lebatnya hutan di TNBBBR. Ketika dilepas, Johny dan Desi langsung memanjat pohon dan mencari makan.
Karena Johny dan Desi adalah Orangutan hasil rehabilitasi, IAR Indonesia menerjunkan tim monitoring untuk memantau perkembangannya di alam bebas. Tim monitoring ini melibatkan beberapa warga di dusun-dusun sekitar titik pelepasan yang sebelumnya dilatih monitoring dan observasi perilaku Orangutan oleh IAR Indonesia.
Tim itu akan bekerja sejak sebelum Orangutan bangun sampai kembali tidur lagi di sarangnya. Mereka bertugas untuk mencatat pergerakan, aktivitas, serta jenis makanan yang dimakan oleh Johny dan Desi. Hal ini dilakukan untuk memastikan kedua satwa dilindungi itu benar-benar mampu bertahan hidup di hutan yang sebenarnya.
Sampai saat itu, IAR Indonesia telah melepaskan 11 individu Orangutan di TNBBBR. "Tim monitoring Orangutan melakukan pekerjaan yang luar biasa," kata Adi Irawan, Manager Operasional IAR Indonesia.
Mereka tinggal di kamp di tengah hutan, bangun pada dinihari dan kembali ke pondok ketika matahari sudah terbenam. Mereka mengikuti Orangutan selama hampir 14 jam.
"Kami sangat senang melihat semangat dan kepedulian mereka terhadap keberlangsungan hidup Orangutan . Kami yakin kehadiran mereka akan memastikan keberhasilan Orangutan yang dilepasliarkan akan hidup sebagaimana mestinya," kata dia.
Hasil monitoring menunjukkan perkembangan positif. Keduanya sudah mampu memanjat, mencari makan, dan membuat sarang sendiri.
"Kami yakin dia akan senang berada di rumah barunya," kata Manager Perawatan Satwa IAR Indonesia, Ayu Budi Handayani, dalam rilisnya yang diterima di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa, 29 November 2016.
Perjalanan pulang Johny dan Desi kemudian dimulai pada 23 November 2016. Mereka keluar dari Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Orangutan IAR di Sungai Awan, Kabupaten Ketapang, sekitar pukul 16.00 WIB.
Advertisement
Orangutan Dibunuh Lalu Dimasak
Kabar mengejutkan mengenai nasib Orangutan kembali datang. Kali kabar itu datang dari Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Di sana seekor Orangutan dibunuh dan dagingnya dibagikan untuk dikonsumsi atau dimasak. Informasi ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan.
"Laporan masyarakat kepada saya, lalu dikirimkan via foto. Katanya ada videonya juga, cuma yang punya tidak berani," ucap politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu saat dihubungi Liputan6.com via telepon seluler di Jakarta, Selasa malam 14 Februari 2017.
Informasi dan sejumlah foto pembunuhan terhadap Orangutan itu diberikan kepada Daniel Senin 13 Februari 2017 kemarin. "Tapi kejadiannya sekitar 27 Januari 2017, dari masyarakat biasa, petugas di perusahaan tersebut," ujar Daniel menambahkan.
Lebih jauh Daniel mengatakan, ia sempat mendorong pelapor untuk memberitahu kepada kepolisian resor atau polres setempat. "Tapi yang bersangkutan tidak berani karena pihak perusahaan mengancam agar tidak ada yang tahu (pembunuhan Orangutan tersebut)."
Sejauh ini, imbuh Daniel, Komisi IV DPR sudah mendorong Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Menurut Daniel, Menteri LHK sudah mengutus tim untuk menyelidiki.
"Saya juga mendapat laporan dari Kalimantan Tengah, polres setempat pun sudah menuju lokasi setelah mendapat laporan itu," Daniel Johan memungkasi penjelasan terkait kasus Orangutan dibunuh.