Demam Pilkada DKI 2017, Trik Hadapi Orang yang Selalu Yakin Benar

Demam Pilkada DKI 2017 ini membuat Anda banyak melihat dan menemukan orang-orang yang selalu yakin dirinya benar.

oleh Nilam Suri diperbarui 15 Feb 2017, 19:30 WIB
Demam Pilkada DKI 2017 ini membuat Anda banyak melihat dan menemukan orang-orang yang selalu yakin dirinya benar.

Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), baik Pilkada DKI 2017, pilpres, dan pemilihan umum lainnya kadang membuat orang-orang jadi mudah panas. Hal ini juga bikin perseteruan atau saling lempar sindiran panas di media sosial tak bisa dihindari.

Seperti Pilkada DKI 2017, banyak orang yang lantas jadi sering berdebat. Mulai dari debat santai, sampai perdebatan yang bikin naik darah. Dan di masa-masa ini juga, seringkali Anda menemukan orang yang tak mau kalah dan tak terima disalahkan. Intinya mereka selalu merasa benar.

Anda bisa menyebut mereka keras kepala, mau menang sendiri, atau julukan lainnya. Namun terapis Karyl McBride punya istilah lain buat mereka: fragile--rapuh.

"Orang-orang yang harus selalu benar seringnya memiliki ego yang rapuh," ujarnya. Ketika mereka merasa citra dirinya terancam, mereka akan berusaha membuat dirinya jadi lebih pintar atau hebat. Salah satu cara yang mereka pilih adalah dengan menyalahkan orang lain.

Hal itu, menurut McBride adalah mekanisme mereka bertahan dengan perasaan rapuh tadi. Melansir Men's Health, Kamis (15/2/2017).

Namun bukan lantas Anda harus memanjakan ego mereka yang rapuh tadi. Berikut beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk menghadapi orang yang tak mau kalah dan harus selalu benar, di tengah keriuhan Pilkada DKI 2017 ini:


1. Tetap tenang

Cara menghadapi orang yang selalu merasa benar adalah dengan memastikan Anda bisa tetap tenang.

Bahkan jika Anda tahu teman, saudara, atau bahkan atasan Anda itu salah, hal terburuk yang bisa Anda lakukan adalah menantang mereka.

Melawan balik akan membuat mereka merasa semakin terancam, yang justru malah akan membuat mereka semakin keras, ujar McBride.

Untuk mencegah hal ini, cobalah untuk memaksa mereka merefleksi argumennya sendiri.

Misalnya, ketika bos menyalahkan Anda atas suatu projek yang gagal, padahal Anda sudah mengikuti instruksinya sampai ke detil terkecil. Coba dengan tenang, tanya padanya apa yang bisa Anda lakukan secara berbeda untuk mencegah hal itu terjadi.

Pertanyaan tadi akan berujung pada instrospeksi. Dialah yang sekarang harus menjelaskan di titik mana kesalahan proyek itu terjadi. Hal ini akan memaksanya berpikir tentang apa yang terjadi, dan bagaimana tindakannya sendirilah berkontribusi terhadap kegagalan tadi.


2. Tuntut rasa hormat

Jangan mau terus minta maaf, tapi minta pemahamannya juga untuk menghargai dan menghormati Anda.

Jika orang yang selalu merasa benar tadi adalah teman Anda sendiri, sebaiknya tak perlu terus bergaul dengannya jika Anda sudah tak tahan lagi.

Beda cerita jika orang tadi adalah pasangan Anda. Anda tak bisa menghindari konflik dengannya seumur hidup, ujar Wendy Behari, pendiri dan direktur Cognitive Therapy Center of New Jersey, dan penulis buku Disarming the Narcissist. Anda pada akhirnya harus menyelesaikan permasalahan tadi.

Namun jangan memaksa saat situasi sedang panas-panasnya. Alih-alih, tunggulah sampai keesokan harinya untuk melihat kembali percekcokan Anda. Saat Anda berdua berada dalam suasana hati yang lebih baik.

Jelaskan pada pasangan bahwa Anda tidak masalah disalahkan jika memang salah, ujar Behary. Namun sampaikan juga bahwa Anda merasa lelah harus terus bilang "maafkan aku" setiap saat.

Dan ingin, keras kepala pasangan Anda tidak datang dari tempat yang benar. Ini hanyalah perpanjangan dari rasa tidak percaya dirinya. Yakinkan dia bahwa Anda mencintainya dan ingin menyelesaikan permasalahan kalian.

Akhiri permasalahan tadi dengan fakta, jika kalian berdua saling menghargai satu sama lain, Anda berdua akan sama-sama menanggung kesalahan masing-masing.


3. Tinggalkan dia

Jika memang sudah tak tahan lagi, tinggalkan saja orang yang selalu merasa benar tadi.

Ketika teman atau bos Anda sedang tidak kumat ngototnya, dia bisa saja jadi orang yang menyenangkan. Hal inilah yang mungkin membuat Anda tidak ingin menjauhinya, namun Anda bisa lebih selektif tentang waktu yang kalian habiskan bersama, ujar Samuel Lopez De Victoria, Ph.D, seorang psikoterapis di Florida.

Jika Anda tau kegiatan apa saja yang membuat sisi keras kepala dan ngototnya kumat--seperti misalnya di musim-musim Pilkada DKI 2017 ini--cobalah untuk mengalihkan isu untuk menghindari perdebatan. Atau jika Anda yakin tak bisa menghindari perdebatan, ambil waktu sementara untuk menjauh darinya.

Jika sikap keras kepala dan sok tahu-nya benar-benar membuatnya jadi orang yang tak menyenangkan, sudah waktunya Anda mendepaknya dari hidup Anda, ujar De Victoria.

Teman dan keluarga seharusnya adalah orang-orang yang membuat Anda merasa lebih senang dan mengurangi stres--bukan menambahnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya