Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah mengizinkan industri untuk impor langsung gas dengan harga murah. Namun, berdasarkan hitungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) impor gas tidak menjamin penurunan harga.
Kepala Divisi Komersialisasi Gas SKK Migas Sampe L Purba mengatakan, gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) di pasar internasional pada dasarnya lebih murah dibanding LNG di dalam negeri.
Advertisement
"Kalau kita bayangkan harga gas spot (dalam negeri, harganya tidak jauh mahal di tempat lain," kata Sampe, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Sampe melanjutkan, meski LNG di pasar internasional sedikit lebih murah, tetapi banyak proses yang membuat struktur pembentukan harga gas sampai konsumen malah menjadi jauh lebih mahal ketimbang LNG dalam negeri. Tambahan biaya tersebut adalah biaya pengiriman, transmisi dan regasifikasi.
"Apakah akan jadi murah? Contohnya harga LNG kita 12 persen dari harga minyak dunia, di luar 11 persen harga minyak. Misalnya harga minyak US$ 50 per barel, jadi LNG impor US$ 5,5 per MMBTU, kita (dalam negeri) US$ 6 per MMBTU. Pertanyaanya belum sampai di sana, pertanyaanya sampai pengguna, kalau ada pertanyaan US$ 6 itu di landed price, ditambah transmisi US$ 0,89, regasifikasi US$ 1 sampai US$ 3, shipping US$ 0,8," papar Sampe.
Menurut Sampe, dengan melihat pembentukan harga gas tersebut, maka meski gas impor lebih murah, tidak menjamin penurunan harga gas pada tingkat pengguna. Tetapi, penurunan harga bisa dilakukan dengan memangkas biaya pembentukan harga gas.
"Tidak serta merta LNG turun ke level end user, LNG sampai end user ada beberapa tahapan, hanya bisa jika hal ini diefisienkan," tutup Sampe.