Liputan6.com, Depok - Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid, menyatakan kelompok radikal memanfaatkan lembaga pemasyarakatan (lapas), seperti Nusakambangan sebagai wadah pelaku teroris merekrut anggota baru. Targetnya adalah narapidana (napi) kriminal.
"Napi sedang kosong hatinya. Lihat saja, napi masuk ke dalam lapas pasti lagi terpukul (hatinya). Kesempatan itu diambil pelaku teror untuk doktrinisasi paham mereka," kata Yenny Wahid di Universitas Indonesia, Depok, Kamis 16 Februari 2017.
Advertisement
Yenny Wahid menyebut, komunikasi napi teroris dengan kriminal terjalin pada saat jam istirahat. Sewaktu berdiskusi atau berceramah, paham radikal diselipkan.
"Penyebabnya ruang sosial antarnapi menjadi satu, sehingga ketika makan dan istirahat kecampur. Di situlah terjadi indoktrinisasi," ucap Yenny.
Yenny mengisahkan, ketika itu, ada satu geng perampok kendaraan. Terhitung, sudah 300 motor yang dicurinya. Namun, Napi itu terdoktrin usai bertemu dengan dengan anak buahnya Abu Bakar Ba'asyir.
"Keluar penjara, dia (tahanan) itu merampok dan hasil uangnya untuk jihad. Salah satu pelaku bom Thamrin juga demikian. Artinya apa? Dia teradikalisasi di lapas," ucap Yenny Wahid.