Liputan6.com, Virginia - Enam belas tahun lalu, tepatnya 18 Februari 2001, agen senior FBI yang terkenal dengan kepiawaiannya sebagai forensik akuntansi dan sistem informasi, Robert Hanseen ditangkap.
Roberth Hanssen yang dikenal dengan figur kebapakannya itu, ditangkap atas tuduhan mata-mata yang memberi informasi kepada Uni Soviet.
Advertisement
'Kelicinannya' jadi mata-mata membuat FBI dan Nasional Security Agency (NSA) terhenyak. Mantan polisi Chicago itu melakukan aktivitas spionasenya, hanya tiga tahun setelah ia bergabung dengan FBI pada tahun 1976.
Hanssen disebut sebagai mata-mata paling merusak FBI sepanjang sejarah. Demikian dikutip dari FBI.gov History.
Direktur FBI saat itu, Louis K Freech mengekspresikan kesedihan sekaligus kemarahannya.
Motif Hanssen melakukan mata-mata adalah semata-mata karena uang. Sepanjang 22 tahun jadi mata-mata, ia menerima lebih dari US$ 1,4 juta uang tunai dan berlian serta dua jam tangan mewah Rolex.
Rahasia AS yang dijual kepada pihak Uni Soviet antara lain, rencana AS untuk membuat Measurement and Signature Intelligence (MASINT), sebuah payung hukum bagi intelijen untuk mengumpulkan informasi lewat elektronik sepertu radar, satelit dan intersep sinyal.
Saat Uni Soviet membangun kantor kedubes baru pada tahun 1977, FBI membangun terowongan untuk menguping. Hanssen membocorkan rahasia itu pada tahun 1989 dan menerima uang sebesar US$55 ribu.
Ia juga secara teratur memberikan daftar agen ganda Soviet yang juga bekerja untuk AS.
Ketika Uni Soviet runtuh tahun 1991, Hanssen sempat khawatir jejaknya tercium. Ia memutuskan kontaknya dengan penghubungnya di negara itu.
Namun 10 tahun kemudian setelah Soviet berganti Rusia, Hanssen kembali mengontak negara itu bahkan secara fisik di kedubesnya di Washington.
Hanssen mendekati agen keamanan Rusia, GRU di lapangan parkir. Hanssen, membawa paket dokumen, mengidentifikasi dirinya dengan nama kode Soviet-nya, "Ramon Garcia," dan menggambarkan dirinya sebagai "agen FBI" yang menawarkan jasanya sebagai mata-mata.
Petugas Rusia, yang jelas tidak mengakui nama kode itu, melaju tak mempedulikannya. Rusia kemudian mengajukan protes resmi dengan Departemen Luar Negeri, percaya Hanssen menjadi tripple agent.
Meski wajahnya telah dipublikasikan, kode identitasnya dan afiliasi FBI-nya diungkap, Hanssen lolos penangkapan saat penyelidikan Biro atas insiden itu.
Namun demikian, Hanssen berhasil mendapatkan informasi sensitif dari akses IT. Ia lalu menjual selembar dua lembar dokumen rahasia kepada Rusia.
Di usianya yang ke-56, hanya 5 minggu sebelum masa pensiunnya, ayah 6 anak itu ditangkap pada 18 Februari 2001 di sebuah taman, Foxstone Park.
Ia tertangkap basah membawa paket yang rencananya akan diambil oleh pihak Rusia. Sepuluh agen FBI mengawasinya melakukan pertukaran informasi di mana Hanssen meletakkan plastik sampah berisi rahasia AS.
Saat ia keluar dari pepohonan, para agen menyerbunya.
Tak jauh dari lokasi, sebuah paket yang sejatinya untuk Hanssen ditemukan. Ada uang pecahan US$ 100 dengan total US$ 50 ribu.
Pada bulan Juli, hakim memvonisnya bersalah atas 15 tuduhan mata-mata. Ia dijatuhi 15 kali hukuman seumur hidup tanpa kesempatan naik banding di United States Penitentiary Administrative Maximum Facility, Florence Colorado. Atau disebut-sebut Alcatraz di Rockies.
Hari ini, Hanssen berusia 72 tahun. Kisah mata-matanya menjadi sumber puluhan buku juga dua film berjudul 'Breach' dan 'Master Spy: The Robert Hanssen Story'.
Pada 18 Februari pula, di tahun 1957, Walter James Bolton menjadi napi terakhir yang menjalani hukuman mati di Selandia Baru. Semenjak saat itu Negeri Kiwi tersebut tidak lagi memberlakukan hukuman pencabut nyawa.
Sejarah lain juga terjadi pada tahun 2003. Terjadi kebakaran di kereta bawah tanah Daegu, Korea Selatan. Sekitar 200 orang tewas dalam insiden itu.