Sentimen The Fed Tekan IHSG Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot secara mingguan ke level 5.350 pada 17 Februari 2017.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Feb 2017, 09:36 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung tertekan sepekan ini periode 10 Februari-17 Februari 2017.

IHSG turun sekitar 0,39 persen dari kisaran 5.371,66 pada Jumat 10 Februari 2017 menjadi 5.350,93 pada 17 Februari 2017. Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, seperti ditulis Sabtu (18/2/2017), IHSG turun lantaran investor cenderung bertahan terhadap komentar pimpinan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve Janet Yellen.

Di tengah IHSG yang tertekan, performa saham berkapitalisasi kecil mampu melebihi kinerja saham-saham unggulan. Indeks saham LQ45 merosot 1,48 persen yang didorong sektor saham keuangan terutama bank.

Selain itu, tekanan IHSG juga didorong aksi jual investor asing. Tercatat investor asing melakukan aksi jual sekitar US$ 18,5 juta atau sekitar Rp 246,80 miliar (asumsi kurs Rp 13.341 per dolar Amerika Serikat).

Sektor saham industri dasar, properti, dan infrastruktur menjadi sektor saham yang catatkan performa terbaik pada pekan ini. Di pasar surat utang atau obligasi, aliran dana investor mencapai US$ 93,2 juta.

Lalu sentimen apa saja yang menjadi perhatian pelaku pasar pada pekan ini?

Dari eksternal, pernyataan pimpinan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) Janet Yellen menjadi sorotan. Yellen menuturkan, menunggu lama untuk menaikkan suku bunga tidak bijaksana. Penyesuaian suku bunga dilakukan melihat kondisi inflasi dan tenaga kerja yang ditargetkan the Fed.

Yellen juga menekan kepada independensi the Fed terhadap kebijakan Trump. Seperti diketahui, kebijakan fiskal hanya salah satu dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi prospek ekonomi dan sesuai kebijakan moneter. Pelaku pasar pun memprediksi kenaikan suku bunga pada Maret 2017 mencapai 44 persen.

Selain pidato Yellen, data ekonomi AS juga mempengaruhi pasar. Biaya hidup di AS naik pada Januari, dan terbesar sejak Februari 2013. Hal itu didorong harga bensin dan barang lainnya. Inflasi mencapai 0,6 persen, lebih besar dari perkiraan 0,3 persen.

Sentimen eksternal lainnya yaitu China mempertimbangan untuk kembali membatasi batu bara. Ini untuk menghindari pasokan yang melimpah di pasar. Dengan ada pembatasan itu diharapkan mendukung harga komoditas, dan asal didukung dari permintaan yang bertumbuh.


Sentimen Internal

Sedangkan sentimen internal yang pengaruhi IHSG antara lain, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di 4,75 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, BI berhati-hati di tengah kondisi ekonomi cukup baik. Selain itu juga mengantisipasi kenaikan suku bunga AS. BI juga memperkuat bauran kebijakan moneter sehingga inflasi sesuai target.

Selain itu, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan cukup besar pada Januari 2017. Tercatat surplus neraca perdagangan mencapai US$ 1,39 miliar. Ekspor naik 28 persen. Ada pun surplus di awal 2017 merupakan terbesar sejak September 2011.

Dari politik dalam negeri, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak telah dilakukan pada 15 Februari 2017. Di DKI Jakarta akan kembali menjalani putaran kedua Pilkada lantaran belum ada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur memperoleh suara 50 persen plus satu. Sentimen pilkada ini menjadi salah satu perhatian pelaku pasar.

Kemudian apa yang perlu dicermati ke depan? Menurut laporan Ashmore Assets Management Indonesia, kepemilikan China di surat berharga Amerika Serikat (AS) cenderung merosot pada 2016. Hal ini lantaran China menjual surat berharga itu untuk menopang yuan.

China juga kembali mempertimbangkan alokasi dananya dengan melihat prospek defisit AS lebih besar dan inflasi tinggi di bawah presiden AS Donald Trump. Selain China, kepemilikan Jepang di surat berharga AS juga menurun pada Desember 2016. Kepemilikan Jepang turun US$ 17,8 miliar menjadi US$ 1,09 triliun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya