Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Emirsyah Satar, tersangka kasus dugaan suap dalam pengadaan mesin pesawat dari Roll Royce di PT Garuda Indonesia dan pengadaan pesawat Airbus.
Dalam pemeriksaan perdananya, mantan Dirut PT Garuda Indonesia ini dicecar 17 pertanyaan oleh penyidik KPK.
Advertisement
"Tadi sudah ditanyakan di dalam 17 pertanyaan kira-kira. Dan sudah dijelaskan apa adanya dan akan membantu KPK untuk selesainya kasus ini dengan baik," ujar Pengacara Emir, Luhut Pangaribuan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jumat, 17 Januari 2017.
Dia pun mengatakan akan bekerja sama dengan penyidik serta bersedia mengungkapkan semua informasi terkait kasus tersebut.
Saat di konfirmasi oleh awak media terkait mekanisme pengadaan mesin pesawat Garuda, pihak Emirsyah menuturkan bahwa pengadaan mesin pesawat tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Ya sudah sesuai dengan aturan (pengadaan mesin pesawat)," ujar Luhut.
Juru Bicara KPK Febri Dianysah menuturkan pemeriksaan terhadap Emir, KPK masih mempertayakan terkait kewenangannya saat menjabat sebagai Direkur Utama PT Garuda.
"Kita masih mempertanyakan dan mendalami kewenangan yang bersangkutan saat menjadi Dirut Garuda. Dan apa saja yang dilakukan. Kita belum terlalu jauh untuk mendalami informasi2 yang lebih rinci," ucap Febri.
Emirsyah diperiksa sekitar 9 jam. Dia dan pengacaranya tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.00 WIB dan meninggalkan gedung pukul 17.45 WIB.
KPK telah mengungkap kasus dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. PT Rolls Royce merupakan perusahaan yang menyediakan mesin pesawat tersebut.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yaitu Emirsyah Satar (ESA) mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, dan Soetikno Soedarjo (SS), pendiri dari Mugi Rekso Abadi (MRA).
Emir diduga menerima suap senilai US$ 2 juta. Demikian pula dengan barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Sebagai penerima, Emir disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan SS, selaku pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.