Liputan6.com, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri menegaskan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor informal atau tanpa keahlian, seperti
Pembantu Rumah Tangga (PRT) tetap berlaku ke sejumlah negara, termasuk Timur Tengah. Pemerintah terus mendorong penyaluran TKI sektor formal.
"(Larangan) kirim PRT atau TKI informal masih berlaku tahun ini, masih terus," kata Hanif saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (19/2/2017).
Dia menuturkan, moratorium penyaluran TKI informal telah menurunkan risiko di negara-negara yang banyak terdapat TKI. Di Kuwait misalnya, kata Hanif, sebelum moratorum berlaku, lebih dari 700 orang TKI bermasalah setiap tahun.
"Tapi sekarang tinggal 50-an orang. Jadi dari segi kasus menurun. Pengiriman tenaga kerja formal makin naik, dan informal turun," Hanif menuturkan.
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah, dia menambahkan, masih mempunyai pekerjaan rumah untuk mencegah dan mengurangi potensi penyaluran TKI informal ilegal. "Makanya kita kerja sama dengan Imigrasi, TNI dan Polri untuk mencegah pengiriman tenaga kerja unprosedural melalui sejumlah titik, khususnya lewat pintu perbatasan," kata Hanif.
Pendidikan Vokasional
Hanif menuturkan, pemerintah berupaya meningkatkan pemerataan pembangunan ekonomi, mengurangi ketimpangan sosial melalui pengembangan sumber daya manusia.
Salah satunya dengan pendidikan formal maupun pelatihan kerja yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja. Program besar pemerintah dalam mengembangan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan vokasional.
"Pertimbangannya kompetisi sekarang di era Masyarakat Ekonomi ASEAN, proyek prioritas nasional, seperti pembangkit listrik, infrastruktur pariwisata, dan lainnya. Lalu kita didik, latih mereka mau jadi apa dan untuk jabatan apa," ucap dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menambahkan, hampir 50 Juta tenaga kerja di Indonesia berada dalam jabatan yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah, yaitu sebagai petani, pedagang dan pekerja manufaktur.
Sebagai sektor yang memiliki tenaga kerja paling besar di Indonesia namun memiliki tingkat kesejahteraan yang kecil, maka tranformasi perlu dilakukan khususnya untuk mereka yang berada pada sektor subsistence farmers, fishers, hunters & gathers.
Hal ini perlu dilakukan agar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan Klasifikasi Baku Jabatan Indonesia (KBJI) sesuai dengan kebutuhan saat ini dan di masa mendatang. Selain itu, klasifikasi ini untuk menyesuaikan dengan Global Industry Classification Standard (GICS) dan International Standard Classification of Occupation (ISCO).
Darmin memberi tiga arahan untuk ditindaklanjuti. Pertama, mengenai sistem informasi pasar tenaga kerja. Kedua, dalam waktu seminggu ke depan, seluruh Kementerian/Lembaga perlu segera mengumpulkan data kebutuhan tenaga kerja di sektor masing-masing untuk kemudian dicocokkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Dan yang terakhir atau ketiga adalah tentang perlunya dipikirkan relokasi anggaran. “Dalam setahun kita harus bisa menghasilkan jutaan orang yang siap bekerja. Itu berarti pendidikan dan pelatihannya ini juga perlu dalam jumlah serupa,” tutur Darmin.