Liputan6.com, Jakarta - Beredarnya hoax atau berita bohong diklaim dapat menganggu kerukuran masyarakat. Dalam sebuah survei yang diungkap dalam sesi "Pencegahan Preopaganda Radikal Terorisme di Dunia Maya" bersama Menkopolhukam, sekitar 75,9 persen responden setuju bahwa hoax dapat merusak hubungan antar-masyarakat.
Selain itu, sejumlah kategori survei lain juga mengungkap bahwa hoax sangat menganggu dan dapat menghambat pembangunan. 43,5 persen responden berpendapat bahwa hoax sangat menganggu, sementara 70,2 persen responden setuju soal hoax dapat menghambat pembangunan.
Survei yang juga dilakukan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) ini mengungkap, 44,30 persen responsen mengaku menerima tautan berita hoax setiap harinya, lalu 17,2 persen menerima lebih dari satu kali per harinya.
Proses survei yang dilakukan secara online dan melibatkan 1.116 responden tersebut pun membeberkan soal jenis kategori hoax yang paling banyak diterima responden.
Sebanyak 91,8 persen responden berkata, berita sosial-politik, baik terkait Pemilihan Kepala Daerah atau pemerintah, adalah jenis berita hoax yang paling sering mereka temui dengan persentase di media sosial sebanyak 92,40 persen.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan, 62,8 persen responden mengaku sering menerima hoax dari aplikasi pesan singkat seperti Line, WhatsApp atau Telegram.
Tak hanya itu, ada sejumlah media penyaluran berita hoax lain, di antaranya meliputi situs web 34,9 persen, televisi 8,7 persen, media cetak 5 persen, email 3,1 persen dan radio 1,2 persen.
Temuan menarik survei lain pun mengungkapkan 90,3 persen responden yang menjawab bahwa hoax adalah berita bohong yang disengaja, 61,6 persen mengatakan hoax adalah berita yang menghasut, 59 persen berpendapat hoax adalah berita tidak akurat, dan 14 persen menilai hoax sebagai berita ramalan atau fiksi ilmiah.
Selain itu, 12 persen mengatakan hoax adalah berita yang menyudutkan pemerintah, 3 persen menjawab "berita yang tidak saya sukai", dan hanya 0,6 responden tidak tahu mengenai hoax.
Ketidakjelasan sumber berita membuat 83,2 persen responden langsung memeriksa kebenaran berita itu, serta 15,9 persen langsung menghapus dan mendiamkannya. Hanya 1 persen responden menyatakan langsung meneruskan berita tersebut.
Survei ini melibatkan responden dengan rentang usia 25 sampai 40 tahun sebanyak 40 persen, di atas 40 tahun 25,7 persen, 20 sampai 24 tahun 18,4 persen, 16 sampai 19 tahun 7,7 persen. Tercatat, survei berlangsung selama 48 jam sejak 7 Februari 2017.
(Jek/Isk)