Liputan6.com, Tulungagung - Sebuah gubuk beratap asbes nyaris terbuka berdiri di depan rumah Mansur, warga Dusun Sumoteleng, Desa Podorejo, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, Jawa Timur. Baju bekas nan lusuh mengelilingi gubuk, sebagai penutup ala kadarnya pengganti dinding.
Gubuk berukuran 2x1 meter seolah menjadi kisah perjalanan hidup Supardi. Kakek berusia 70 tahun berperawakan tinggi besar itu sudah 44 tahun menghabiskan masa hidupnya di dalam gubuk tersebut. Rantai sepanjang 1,5 meter membelenggu kakinya, membatasi langkahnya. Ia terpasung.
Mansur, pemilik rumah yang juga keponakan Supardi mengatakan, pamannya mengalami gangguan jiwa dan dulu sebelum dipasung kerap mengamuk membuat warga sekitar ketakutan.
"Supaya tidak membahayakan orang lain kami terpaksa merantai kakinya. Kami sudah berusaha mengupayakan kesembuhannya," tutur Mansur ditemui di rumahnya di Tulungagung, Sabtu, 18 Februari 2017.
Baca Juga
Advertisement
Supardi yang biasa disapa Adi Kinco mengalami gangguan jiwa sejak 1972. Berbagai upaya sudah ditempuh pihak keluarga, namun tidak ada tanda kesembuhan pada Supardi. Keterbatasan ekonomi menjadi salah satu kendala sekaligus alasan pasung menjadi pilihan.
"Pernah dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Lawang, Malang, sampai pengobatan alternatif, tapi tidak ada tanda sembuh. Akhirnya keluarga memutuskan mengurung di gubuk itu," ujar Mansur.
Supardi alias Adi Kinco semasa muda dikenal suka berguru ilmu kanuragan dan ilmu bela diri. Ditopang tubuh tinggi besar, Adi Kinco adalah seorang pemuda gagah yang disegani. Pada tahun 1965, ia aktif di organisasi kemasyarakatan. Ia turut bergabung dalam gerakan menumpas PKI saat peristiwa G-30S meletus.
Usai peristiwa tersebut, sekitar 1970-an, Adi bersama sejumlah rekannya merantau ke Sumatera untuk bekerja di perkebunan kopi. Namun baru dua tahun berada di sana, Adi mulai mengalami gangguan jiwa. Pihak keluarga kemudian menjemput dan membawanya pulang ke Tulungagung.
"Selain Mbah Adi, ketika di Sumatera itu juga ada dua orang temannya yang juga mengalami gangguan jiwa. Namanya Usup dan Slamet," Mansur menerangkan.
Kini, aktivitas keseharian Adi Kinco hanya sebatas panjang rantai yang membelit kakinya. Sejauh ini, tidak ada bantuan dari pemerintah terkait penyembuhan gangguan jiwa yang dialaminya. Adi juga tidak terdaftar sebagai peserta Kartu Indonesia Sehat.
"Pernah ada bantuan dari pemerintah berupa sembako. Tapi kalau bantuan pengobatan belum pernah ada," Mansur memungkasi kondisi mantan pendekar yang terpasung tersebut.