Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan Yamaha dan Honda telah melakukan praktik penetapan harga bersama berdasarkan berbagai bukti yang sah dan meyakinkan.
Atas keputusan ini Yamaha langsung memberikan respon. Executive Vice President Director Yamaha Indonesia Motor Manufacturing Dyonisius Beti mengatakan, pihaknya seperti dizalimi dan keputusan itu berdasarkan satu pihak saja.
Baca Juga
Advertisement
"Keputusan ini membuat kami seperti dizalimi. Kami akan melakukan langkah hukum secepatnya karena keputusan KPPU berdasarkan satu pihak saja," jelas Dyonisius saat dihubungi Liputan6.com, Senin (20/2/2017).
Pria yang akrab disapa Dyon itu mengatakan, selama berjalannya sidang KPPU tidak mempertimbangkan pengakuan saksi-saksi yang dihadirkan. "Kami merasa, itu keterangan sudah dijelaskan tapi tidak dipertimbangkan. Semua saksi yang hadir juga menyatakan tidak ada penetapan harga tapi mereka tetap pada laporan yang dituduhkan investigator mereka," paparnya.
Setelah surat keputusan KPPU keluar, pabrikan berlambang garpu tala itu menyatakan akan langsung melakukan langkah hukum. "Setelah terima surat keputusannya itu kami akan langsung bawa ke pengadilan, biasanya 14 hari setelah surat itu keluar," kata Dyon.
Senada dengan Yamaha, PT. Astra Honda Motor melalui GM Corporate Secretary and Legal AHM Andi Hartanto menyatakan akan melakukan gugatan setelah mempelajari putusan sidang.
"Prosesnya masih akan panjang. Dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung. Kalau di PN kami menang, KPPU juga bisa banding," ujarnya.
Bukti Yamaha
Sebelumnya, Dyon juga menilai bukti komunikasi yang dipakai KPPU untuk menuduh Yamaha-Honda melakukan pengaturan harga skutik 110 cc juga tidak tepat. "Isi email itu merujuk pada harga V-Ixion, sementara yang dipermasalahkan adalah skutik 110 cc," kata dia.
KPPU menurut Dyon, salah dalam penyajian fakta dan analisa terhadap harga skutik. Ini terlihat ketika KPPU membandingkan harga Soul GT, Vario Techno, dan Suzuki Hayate
Sebab pada 2012 hingga 2014 Yamaha hanya membekali skutiknya itu dengan mesin 115 cc. Sementara model 125 cc baru meluncur pada awal 2015. "Investigator salah membandingkan Vario 125 Techno dengan Yamaha Soul GT yang tergolong 110 cc," papar Dyon.
Mengacu pada harga Yamaha Mio J CW Teen dan BeAT Fi CW pada 2014, Yamaha melakukan penyesuaian harga sebanyak dua kali, yakni pada Juli-Agustus. Sementara kompetitornya menaikkan harga BeAT pada Februari, Maret, dan Juni.
Sepanjang tahun itu, Yamaha Mio J CW Teen naik Rp 300 ribu dan Honda naik Rp 600 ribu. "Yang namanya di Indonesia itu ada waktu tertentu yang membuat kami menaikkan harga, misal awal tahun ketika ada tarif BBN baru dan Lebaran," imbuh dia.
"Investigator tidak dapat menunjukkan secara ekonometris dan statistika yang patut tentang adanya pola kesamaan harga tersebut," katanya.
Pun demikian dengan tuduhan Yamaha mematok harga motornya lebih tinggi. KPPU tidak memperhatikan biaya lain seperti STNK, TNKB, dan BPKB yang ditambahkan pada harga on the road sepeda motor.
"Bisa 41 persen dari total harga motor matik itu adalah pajak dan masuk ke negara bukan Yamaha," ia menguraikan.
Selama persidangan, pihak tertuduh tak diberi waktu untuk menjelaskan persoalan ini. Inilah yang disayangkan Yamaha-Honda terhadap KPPU.
"Dari pihak investigator bisa 2-3 jam, sementara kami diberi waktu hanya 15 menit. Sehingga berita ini sangat tidak berimbang," ucapnya.
KPPU diduga melanggar
Dari bukti inilah, Yamaha menduga adanya pelanggaran due proscces of law oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dengan aspek formil sebagai berikut:
- Tahap penyelidikan pada 22 Januari 2015, investigator diduga telah melanggar due process of law dengan mendatangi kantor Terlapor 1 (YIMM) tanpa surat pemberitahuan dan diduga melakukan pengambilan dokumen tanpa pendampingan pihak berwajib.
- Pada tanggal yang sama sekitar pukul 10.00 wib, investigator yang tidak dibekali Surat Panggilan memeriksa Sdr. Yutaka Terada (WNA Jepang) di luar kantor KPPU, yaitu di kantor Yamaha Pulogadung tanpa didampingi kuasa hukum.
- Sebelum dan selama proses persidangan, KPPU dan/atau investigator telah menyampaikan berbagai pernyataan melalui media massa yang insinuatif.
- Investigator diduga melakukan pelanggaran Pasal 39 ayat (3) UU No. 5/1999 dengan cara mempublikasikan informasi rahasia milik Terlapor 1 dalam LDP dan bahan presentasi dalam pemeriksaan pendahuluan.
- Keterangan Sdr. Yutaka Terada tidak mempunyai nilai pembuktian karena disampaikan tidak di bawah sumpah dan tidak di muka persidangan.
- Sejak awal tidak ada kejelasan periode dugaan kartel harga.
- Kesalahpahaman penyajian fakta, analisa, dan pengambilan kesimpulan yang dilakukan oleh tim investigator dalam LDP perkara a quo antara lain tidak cermat dalam menghitung peningkatan keuntungan.