Agar APBD Sehat, Pemerintah Konversikan DBH ke Surat Utang

Konversi penyaluran dana bagi hasil dalam bentuk nontunai melalui penerbitan surat berharga untuk optimalkan penyerapan APBD.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Feb 2017, 14:31 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mendorong pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang sehat. Salah satunya dengan mengkonversi dana bagi hasil (DBH) atau dana alokasi umum (DAU) dalam bentuk nontunai.

Hal itu juga telah mempertimbangkan pelaksanaan ketentuan pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menteri Keuangan (Menkeu) melihat perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang konversi penyaluran DBH dan DAU dalam bentuk non tunai.

Atas pertimbangan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.07/2017 tentang konversi penyaluran DBH dan DAU dalam bentuk non tunai.

Berdasarkan PMK itu, transfer ke daerah yang dikonversi dalam bentuk non tunai terdiri dari DBH dan DAU. Demikian mengutip laman Setkab, Selasa (21/2/2017).

DBH itu antara lain terdiri atas DBH PBB Migas, DBH PPh pasal 21 dan PPh WPOPDN, DBH SDA pertambangan minyak bumi, DBH SDA pertambangan gas bumi, dan DBH SDA pertambangan mineral dan batu bara.

"Konversi penyaluran DBH atau DAU dalam bentuk non tunai sebagaimana dimaksud dilakukan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN)," bunyi pasal 3 PMK ini.

Konversi penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk nontunai sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini, dilakukan dalam 2 tahap dalam setahun. Pada tahap I dilaksanakan paling lambat 7 April. Sedangkan tahap II dilaksanakan paling lambat 7 Juli.

Menurut PMK ini, konversi penyaluran DBH dan atau DAU dalam bentuk nontunai tahap I dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penyaluran DBH kuartal I untuk DBH; dan atau b. penyaluran DAU pada April untuk DAU.

Sedangkan konversi penyaluran DBH dan atau DAU dalam bentuk nontunai tahap II dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penyaluran DBH kuartal II untuk DBH; dan atau b.penyaluran DAU bulan Juli untuk DAU.

Ditegaskan dalam PMK ini, konversi DBH dan atau DAU dalam bentuk nontunai bertujuan untuk mendorong pengelolaan APBD yang sehat, efisien, dan efektif.

Selain itu, pemerintah juga mendorong penyerapan APBD yang optimal dan tepat waktu. Konversi tersebut juga mengurangi uang kas dan atau simpanan pemerintah daerah di bank dalam jumlah tidak wajar.

Terkait dengan penyaluran DBH dan atau DAU dalam bentuk nontunai itu, menurut PMK ini, Pemerintah Daerah wajib memiliki rekening surat berharga pada Sub-Registry untuk penyimpanan dan penatausahaan SBN hasil konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU.

"Kepala Daerah menyampaikan nomor atau kode rekening surat berharga pada Sub-Registry sebagaimana dimaksud kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan," bunyi Pasal 16 ayat (2) PMK ini.

Pelunasan SBN

Menurut PMK ini, pelunasan SBN dapat dilakukan antara lain pada saat jatuh tempo. Selain itu sebelum jatuh tempo (early redemption).

Pelunasan SBN sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini, dilakukan secara tunai. Sementara pelunasan SBN sebelum jatuh tempo (early redemption) dapat dilakukan 1 (satu) bulan atau 2 (dua) bulan sebelum SBN jatuh tempo.

"SBN yang dilakukan pelunasan dinyatakan lunas dan tidak berlaku," bunyi Pasal 18 PMK ini.

Menurut PMK ini,Peraturan Menteri ini berlaku sepanjang amanat pembentukan Peraturan Menteri Keuangan mengenai konversi penyaluran DBH dan DAU dalam bentuk nontunai diatur dalam Undang-Undang mengenai APBN.

"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 25 PMK Nomor: 18/PMK.07/2017, yang telah diundangkan oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 14 Februari 2017 itu.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya