Liputan6.com, Semarang - Bupati Semarang Mundjirin dipermalukan birokrat yang menjadi bawahannya. Dalam rapat paripurna yang beragendakan Persetujuan Program Pembentukan Peraturan Daerah 2017, Senin, 20 Februari 2017, Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan merupakan hasil jiplakan dari Kota Magelang.
Akibat hal itu, Mundjirin sampai menitikkan air mata saat memberi sambutan dalam sidang paripurna itu.
Terungkapnya penjiplakan dalam draf akademik Raperda Penanggulangan Kemiskinan itu, karena redaksional naskah akademik yang diajukan eksekutif masih tertulis nama daerah asal yang dijiplak. Dalam naskah tersebut, bertebaran nama Kota Magelang, bukan Kabupaten Semarang seperti seharusnya.
Dihubungi via ponselnya, Bupati Semarang Mundjirin berjanji akan menelusuri hal itu secara tuntas. Menurut dia, draf naskah akademik tidak bisa langsung menjiplak daerah lain sebab setiap daerah memiliki problematika kemiskinan yang berbeda. Meski demikian, Mundjirin pasang badan melindungi birokrat yang telah membohonginya.
"Kalau ngomong tanggung jawab ya tetap saya, berarti keteledoran juga pada saya. Harusnya saya baca satu-satu 12 raperda itu," kata Mundjirin, Selasa, 21 Februari 2017.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bambang Kusriyanto, menyatakan akan segera memanggil eksekutif untuk mempertanggungjawabkan hal itu. Menurut dia, dalam APBD Kabupaten Semarang ada 12 Raperda yang masuk Prolegda.
Karena sudah masuk prolegda, otomatis ada anggaran untuk penyusunan draf naskah akademik. "Itu kan sudah dianggarkan untuk riset, input data keluarga miskin dan lain-lain, lha kok cuma copy paste," kata Bambang.
Tanggapan lain datang dari Joko Widodo, anggota DPRD asal PKS. Menurut Joko, kejadian penjiplakan tak seharusnya terjadi jika Pemerintah Daerah menempatkan naskah akademik menjadi substansi kedaerahan.
Jika mengacu kepada Perda dari daerah lain, tentu bisa dibenarkan jika itu hanya kerangkanya saja.
Baca Juga
Advertisement
"Kan sudah disediakan anggaran sekitar Rp 50 juta untuk menyusun naskah akademik itu. Ke depan anggaran itu harus dimanfaatkan. Jangan hanya dibagi-bagi sebagai honor tapi hasilnya sangat tidak ilmiah," kata Joko Widodo.
Rapat paripurna pembahasan raperda itu dihadiri 44 dari 45 orang anggota DPRD Kabupaten Semarang. Namun, komitmen DPRD terhadap Prolegda itu justru dinodai dengan dugaan plagiat salah satu dari 12 draf raperda yang diajukan oleh eksekutif.
"Apalagi draf ini menyangkut penanganan kemiskinan. Sehingga, kami melihat hal ini sebagai bentuk ketidakseriusan pemkab dalam menangani persoalan kemiskinan," kata Bambang.
Penolakan terhadap draf raperda itu pertama kali dinyatakan oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Semarang, The Hok Hiong setelah mencermati redaksional draf raperda tersebut. The Hok Hiong menemukan bukti bahwa draf naskah akademik itu benar-benar menjiplak secara utuh.
"Saya curiga, draf ini hanya copas dari (dokumen) perda Kota Magelang," kata The Hok.
Menurut The Hok Hiong, sejak dari halaman awal dokumen raperda ini sudah kelihatan menjiplak. Dalam raperda itu tertulis "Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 15 Tahun 2013" yang seharusnya draf raperda belum tercantum nomor perda.
Ternyata isi draf tersebut lebih mencengangkan. Pokok-pokok pembahasan dan pasal-pasalnya tertulis Kota Magelang.
Kesalahan tersebut terus berlanjut hingga halaman terakhir, antara lain pada lembar pengesahan eksekutif tercantum nama Bupati Semarang dengan gelar salah.
Seharusnya tertulis dr H Mundjirin ES SpOG tetapi tertulis Drs Mundjirin. Selain gelar bupati yang salah, tertulis pula nama Sekda Kabupaten Semarang Sugiharto. Padahal, Sekda yang sekarang adalah Gunawan Wibisono.
"Tertulis juga, memerintahkan pengundangan perda ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Magelang," kata The Hok.